MAGELANG, KOMPAS.com — Berdasarkan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi, praktik korupsi terbesar selama ini terjadi di sektor minyak dan gas bumi. Tindak pidana korupsi tersebut menyebabkan negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah per tahun.
Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, salah satu praktik korupsi yang marak terjadi di sektor migas adalah praktik suap yang dilakukan para pengusaha pertambangan untuk memperoleh izin menambang di suatu daerah. Dana suap ini mengalir mulai dari tingkat bupati, gubernur, hingga jajaran anggota Dewan tingkat kabupaten dan provinsi.
”Dari pengakuan sejumlah pengusaha pertambangan, biaya untuk suap ini bahkan lebih besar daripada besaran royalti yang semestinya mereka bayarkan kepada negara,” ujar Abraham Samad, dalam seminar nasional bertema “Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum dan Politik” di Universitas Muhammadiyah Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (5/4).
Dalam satu tahun, total pendapatan dari sektor pertambangan migas mencapai sekitar Rp 15 triliun. Sekitar 50 persen dari dana tersebut semestinya dibayarkan sebagai royalti untuk negara, tetapi pada akhirnya justru lebih banyak masuk ke kantong-kantong pribadi pejabat daerah.
Akibat besarnya biaya untuk praktik suap tersebut, para pengusaha pertambangan enggan membayar biaya-biaya lain, yang sebenarnya menjadi kewajiban mereka kepada negara.
Pejabat kantor pajak
Sektor lain yang banyak terjadi kebocoran adalah sektor pajak. Dana dari sektor pajak yang menyumbang 70 persen pendapatan negara ini justru banyak diselewengkan pejabat kantor pajak sendiri.
”Tidak heran, pegawai di level rendah, seperti golongan IIIA di kantor pajak saja, sudah banyak yang memiliki rekening tabungan dengan nilai mencapai ratusan miliar rupiah,” ujarnya.
Kendati KPK berhasil membongkar praktik korupsi, Abraham mengatakan, yang lebih baik dilakukan adalah mencegahnya.
Selama tahun 2013, KPK berhasil mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dan menyelamatkan uang negara Rp 2.284 triliun. Nilai nominal ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai uang negara yang diselamatkan setelah adanya tindakan proses hukum terhadap tindak pidana korupsi, yaitu Rp 1.193 triliun.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy mengatakan, selain sektor migas dan pajak, dia meminta KPK mencermati kebijakan pemerintah yang sering berutang ke luar negeri, tetapi akhirnya dana pinjaman itu tidak dipakai untuk apa pun.
”Banyak dana pinjaman hanya menjadi pinjaman selama bertahun-tahun. Jika bunganya selama satu tahun 12 persen, bunga dari rekening tersebut lari ke mana?” ujarnya.
Presiden mendatang
Korupsi yang sistematik dan menggurita itu menjadi masalah yang harus dihadapi siapa pun yang menjadi Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019.
KPK pun menawarkan kepada siapa pun yang kelak menjadi presiden untuk bersama-sama mengatasi korupsi.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, dalam diskusi bedah buku Mahfud MD: Bersih dan Membersihkan, di Jakarta, Sabtu (5/4/2014). Pembicara lain dalam acara ini adalah Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR Marwan Jafar dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro.
”Kami sekarang jadi lembaga yang paham anatomi problem kasus korupsi di Indonesia. Siapa pun capresnya, kami bisa jadi partnernya. Ada proses transformasi yang dilakukan KPK. KPK sekarang tidak hanya menangkap orang, tetapi membangun sistem. Kami mulai masuk ke sana,” kata Bambang.
Marwan menuturkan, dari tiga kandidat calon presiden yang digadang-gadang PKB, yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan penyanyi Rhoma Irama, hanya Mahfud MD yang paling serius. Mahfud dinilai bisa memberikan teladan karena orangnya lurus tak mudah dibelokkan.
Siti menilai Mahfud juga bisa menjadi solusi bagi Indonesia yang memiliki problem penegakan hukum sangat parah.
”Negara kita yang katanya negara hukum ini agar tak selesai di semboyan karena di mana-mana pelanggaran hukum terjadi,” kata Siti. (EGI/BIL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.