Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Kecewa dengan Otonomi Daerah

Kompas.com - 06/12/2013, 15:16 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, pihaknya kecewa dengan pelaksanaan otonomi daerah. Sebagian besar pemerintah daerah pasca-otonomi daerah dinilai tidak menjalankan pemerintahan dengan baik.

"Kami kecewa karena apa yang dicapai menyimpang. Kami ingin diurus dengan amanah, sebaik-baiknya oleh pemda, tapi pemda dalam demokrasi yang liberal ini tidak melakukannya dengan baik," kata Djohermansyah atau akrab disapa Djo saat diskusi menyambut Hari Anti Korupsi Rakyat Menggugat Integritas di Jakarta, Jumat (6/12/2013).

Djohan mengatakan, tidak sulit membuktikan pernyataannya itu. Ia memberi contoh, dari situs 131 pemda, sebanyak 11 situs diantaranya tidak bisa dibuka. Ia mempertanyakan kemana saja bupati/walikota.

"Tidur atau tidak mengerti IT? Mungkin tidak ngerti IT. Jangan-jangan SMS aja tidak bisa. Karena punya uang banyak, jadilah dia walikota/bupati," katanya.

Dia menambahkan, masih banyak pemda yang tidak menjalankan instruksi Menteri Dalam Negeri selama ini. Celakanya, pihaknya tidak bisa berbuat banyak lantaran tidak ada aturan pemberian sanksi dalam UU Nomor 32 tahun 2004.

"Ini sistem tata pemerintahan yang buruk. Kalau ada bupati/walikota yang tidak jalankan instruksi, lalu dibiarkan saja, ini sistem kaya apa? Di UU nomor 32 tidak ada sanksi untuk kepala daerah yang tidak jalankan instruksi mendagri," ucapnya.

Untuk itu, pihaknya tengah merevisi UU Pemda agar bisa diberikan sanksi jika tidak menaati UU sekalipun kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.

Djohan juga mengkritik sikap kepala daerah yang tidak mengindahkan pakta integritas yang ditandatangani ketika dilantik. Ketika menjabat, mereka melakukan penyimpangan, salah satunya korupsi. Akhirnya, kata dia, sekitar 300 kepala daerah terjerat kasus korupsi.

Kritikan lain perihal proses rekrutmen calon kepala daerah. Ia mengkritik syarat minimal menjadi kepala daerah, yakni 25 tahun. Ia memberi contoh ada kepala daerah yang masih berumur 26 tahun.

Di umur segitu, lanjutnya, jika di dunia kerja baru menjabat staf biasa dan minim pengalaman. Namun, ia mesti mengurus ribuan birokrat dan mengatur uang yang tidak sedikit.

"Gara-gara bapaknya kepala daerah sudah dua periode, lalu diserahkan keanaknya. Rakyat yang tidak paham malah memilih lagi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Akan Cek dan Mitigasi Dugaan Data INAFIS Diperjualbelikan di 'Dark Web'

Polri Akan Cek dan Mitigasi Dugaan Data INAFIS Diperjualbelikan di "Dark Web"

Nasional
Ingin Duetkan Kaesang dengan Zita Anjani, PAN: Sudah Komunikasi

Ingin Duetkan Kaesang dengan Zita Anjani, PAN: Sudah Komunikasi

Nasional
Ada Tiga Anak Yusril, Ini Susunan Lengkap Kepengurusan Baru PBB

Ada Tiga Anak Yusril, Ini Susunan Lengkap Kepengurusan Baru PBB

Nasional
Polri Usut Dugaan Pidana Terkait Serangan 'Ransomware' di PDN

Polri Usut Dugaan Pidana Terkait Serangan "Ransomware" di PDN

Nasional
Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Nasional
Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Nasional
SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

Nasional
Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Nasional
Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Nasional
Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Nasional
MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

Nasional
Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Nasional
MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

Nasional
Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com