Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fitra: Beli atau Sewa Pesawat, Logikanya Tidak Masuk

Kompas.com - 19/02/2012, 15:07 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Ucok Sky Khadafi, mengatakan, pemerintah seharusnya tidak membandingkan antara membeli atau menyewa untuk pesawat Kepresidenan. Menurut dia, pembandingan itu tidak tepat. "Logikanya itu nggak masuk gitu loh, antara sewa dan beli. Kalau sewa dan beli sama-sama kita rugi tentunya, sama-sama bukan hemat," ujar Ucok kepada Kompas.com, di sela-sela konferensi pers Tim Advokasi Koalisi APBN untuk Kesejahteraan Rakyat terkait pembelian pesawat Kepresidenan, di Jakarta, Minggu (19/2/2012).

Menurut Ucok, logika perbandingan beli dan sewa pesawat itu menyesatkan. Seharusnya perbandingan dilakukan dengan dasar merek pesawat yang berbeda tapi spesialisasinya sama. "Merek berbeda dengan spesialisasi sama dibandingkan, misal (pesawat) dari Boeing, PT Dirgantara Indonesia, dan Airbus dibandingkan," tambah dia.

Sementara, mengacu pada informasi Sekretariat Negara, menurut Ucok, keputusan pemerintah memilih pesawat 737-800 Boeing Business Jet 2 tidak masuk akal. Pemilihan pesawat Boeing tersebut, kata dia, tidak melalui tender melainkan atas sejumlah alasan teknis. Pertama, alasan operasional di mana pilot-pilot TNI AU lebih siap dan familiar dengan pesawat Boeing. Karena umumnya pesawat-pesawat yang digunakan penerbangan di Indonesia adalah dengan pesawat Boeing. Alasan kedua, maintenance fasilitas dan kemampuan maintenance di dalam negeri lebih banyak dan siap serta memiliki kapabilitas yang memadai dibandingkan maintenance pesawat merek lain.

Alasan lainnya yakni pesawat Boeing lebih banyak digunakan untuk penerbangan VVIP negara-negara di dunia. "(Alasan-alasan) ini gak masuk akal, padahal (pembelian pesawat) bisa murah (jika dengan merek lain)," pungkasnya.

Pemerintah telah memesan pesawat 737-800 Boeing Business Jet 2 untuk pesawat Kepresidenan. Pesawat ini sudah dibuat bahkan akan diantar pada Agustus 2013.

Sebelumnya, Kementerian Sekretariat Negara (Kemsesneg) menegaskan, pembelian pesawat Kepresidenan 737-800 Boeing Business Jet 2 seharga 91 juta dollar AS lebih efisien ketimbang mencarter pesawat komersil. Biaya carter pesawat pesawat Kepresidenan per tahun bisa 18 juta dollar AS atau setara dengan Rp 162 miliar.

Dalam 5 tahun, biaya carter dengan perhitungan kenaikan tarif 10 persen per tahun bisa mencapai 89,5 juta dollar AS. Kalau punya pesawat sendiri, maka penghematan dalam 5 tahun bisa 32.136.121 dollar AS. Rinciannya, membeli pesawat seharga 91.209.560 dollar AS, biaya perawatan dan operasional 36.533.357 dollar AS, biaya depresiasi 10.423.949 dollar AS. Jika ditotal biaya itu semua menjadi 138.166.867 dollar AS. "Namun, kami memiliki aset pesawat atau nilai buku sebesar 80.785.610 dollar AS. Dengan demikian, penghematan selama 5 tahun mencapai 32.136.121 dollar AS," sebut Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Lambock V Nahattands, di Kemsesneg, Jakarta, Kamis (9/2/2012).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Nasional
Video Bule Sebut IKN 'Ibu Kota Koruptor Nepotisme' Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Video Bule Sebut IKN "Ibu Kota Koruptor Nepotisme" Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Nasional
Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Nasional
KPK Akan Gelar Shalat Idul Adha Berjamaah untuk Tahanan Kasus Korupsi

KPK Akan Gelar Shalat Idul Adha Berjamaah untuk Tahanan Kasus Korupsi

Nasional
Ahli Sebut Judi Online seperti Penyalahgunaan Narkoba, Pelakunya Jadi Korban Perbuatan Sendiri

Ahli Sebut Judi Online seperti Penyalahgunaan Narkoba, Pelakunya Jadi Korban Perbuatan Sendiri

Nasional
PBB Copot Afriansyah Noor dari Posisi Sekjen

PBB Copot Afriansyah Noor dari Posisi Sekjen

Nasional
Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

Nasional
Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Nasional
55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

Nasional
Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com