JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya Jaksa Agung mengajukan peninjauan kembali atas perkara dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto-Chandra M Hamzah dicurigai sebagai kesengajaan untuk menggantung nasib keduanya, dan juga KPK.
"Alasan sosiologis ketika menerbitkan surat ketetapan penghentian penyidikan (SKPP) memang seperti bom waktu yang sengaja dibuat. Ada dua kemungkinan, ini bagian dari agenda Presiden, atau memang Presiden dikibuli Jaksa Agung Hendarman Supandji. Tapi rasanya tidak mungkin orang secerdas Presiden SBY dikibuli Hendarman," ujar Dadang Trisasongko dari LSM Kemitraan untuk Tata Pemerintahan yang Lebih Baik, di Jakarta, Minggu (13/6/2010).
Ia curiga ada agenda politik di balik keputusan ini. Katanya, keberadaan KPK bisa jadi tidak dikehendaki oleh institusi penegak hukum seperti kejaksaan dan polri.
"Ini kita perlu waspadai tentang adanya agenda sistematik yang menghambat pemberantasan korupsi yang dimotori KPK," ujarnya.
Seperti diberitakan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sependapat dengan pengadilan tingkat pertama bahwa penerbitan SKPP perkara Bibit-Chandra tidak sah.
Lantas, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. "Alasannya, pertimbangan majelis hakim dalan putusan tersebut jelas memperlihatkan suatu kekhilafan atau kekeliruan yang nyata, sebagaimana diatur pada Pasal 263 huruf C KUHP," ujar Hendarman, di kantor Presiden, Jakarta, Kamis (10/6/2010) lalu.
Presiden SBY pun mendukung langkah Kejagung. Dua hari sebelum Kejagung mengumumkan sikapnya, Hendarman menginformasikan rencananya kepada Presiden secara tertulis.
Selain itu, pada Kamis sore, atau beberapa jam menjelang pengumuman resmi, Hendarman juga menghadap Presiden terlebih dahulu guna menerima masukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.