Sebab, menurut dia, penurunan indeks tersebut disebabkan penilaian dua indikator berkaitan dengan sektor politik dan demokrasi.
Angka tersebut adalah perbandingan antara tahun 2019 dan tahun 2020 yang dirilis oleh Transparancy International Indonesia (TII).
"Belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan masih rentan terhadap terjadinya tindak pidana korupsi," kata Nawawi dalam acara Bimbingan Teknis Anti Korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (28/9/2021).
Nawawi menyampaikan, penerapan prinsip demokrasi untuk mengukur tingkat demokrasi suatu negara belum berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, ia menilai hal ini akan menjadi tantangan bagi semua pihak, termasuk penyelenggara dan peserta pemilu.
"Di samping tentunya juga seperti para kontestan dan juga para pemilih yang kita ketahui bersama dan tidak dapat dipungkiri memiliki kerawanan tindak pidana korupsi," ujar dia.
"Oleh karenanya jika kita menginginkan pemilu yang berintegritas bersih, jujur dan adil, ketiga komponen itu harus bersatu padu unruk melakukan penyimpangan apalagi melakukan tindak pidana korupsi," ucap dia.
Sebelumnya, Manajer Riset TII Wawan Suyatmiko mengatakan, skor indeks persepsi korupsi Indonesia saat ini berada di angka 37 pada skala 0-100.
Adapun skor 0 sangat korup dan skor 100 sangat bersih.
"CPI Indonesia tahun 2020 ini kita berada pada skor 37 dengan ranking 102 dan skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu," kata Wawan dalam konferensi pers melalui akun Facebook TII, Kamis (28/1/2021).
Wawan mengatakan, turunnya angka IPK tersebut juga membuat posisi Indonesia melorot menjadi peringkat 102 dari 180 negara yang dinilai IPK-nya.
Sebelumnya, Indonesia berada di posisi 85.
"Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan ranking 85, ini 2020 kita berada di skor 37 dan ranking 102. Negara yang mempunyai skor dan ranking sama dengan Indonesia adalah Gambia," ujar Wawan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/28/14354781/indeks-persepsi-korupsi-turun-wakil-ketua-kpk-singgung-penerapan-prinsip