Salin Artikel

Saat Pak Kiai Jadi Komut PT KAI

RABU, 10 Maret 2021, saya jumpa dengan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Helmy Faishal Zaini dan Bupati Blora Arief Rohman di wilayah Senayan, Jakarta.

Dalam percakapan itu, Helmy antara lain menawarkan kepada saya untuk ikut suntik vaksinasi di Istana Olah Raga, Gelora Bung Karno Senayan yang diselenggarakan kerjasama PBNU dan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Acara vaksinasi ini dihadiri Menteri BUMN Erick Tohir.

Kamis, 11 Maret 2021, saya vaksinasi pertama. Vaksinasi kedua akan dilaksanakan 8 April 2021.

“Vaksinasi kedua ini jadwalnya mundur, mungkin karena terlalu banyak yang divaksinasi,” ujar seorang pengurus PBNU.

Senin pagi, 22 Maret 2021 lalu, Sekjen PBNU yang kini rajin menulis artikel di koran ini  mengundang saya bertemu Ketua Umum PBNU KH Prof Dr KH Said Aqil Siradj. Sore harinya, saya jumpa KH Said Aqil Siroj di lantai tiga gedung PBNU di Kramat Raya, Jakarta.

Ini untuk kedua kalinya saya masuk ke ruangan itu. Yang pertama adalah Senin, 7 November 2016. Empat tahun lalu, saya berada di ruangan itu beberapa saat setelah tempat itu digunakan sebagai pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan jajaran pimpinan PBNU.

Pertemuan itu berlangsung tiga hari setelah aksi unjuk rasa massal di depan Istana Merdeka pada Jumat, 4 November 2016, yang kemudian terkenal dengan sebutkan aksi 411. Saya tidak akan membicarakan pertemuan jajaran PBNU dengan Presiden saat itu.

Senin, 22 Maret 2021 saya datang ke ruang itu antara lain ingin tahu sedikit tentang cerita kecil Kang Said, begitu panggilan akrab KH Said Aqil Siradj di kampungnya di Desa Kempek, Cirebon, setelah beberapa pekan menjadi komisaris utama (Komut) PT Kereta Api Indonesia (KAI).

“Pak Kiai jadi komisaris utama kereta api,” ujar seorang teman pada saya ketika Kang Said ditunjuk sebagai Komut PT KAI, awal Maret 2021 lalu. Padahal, lanjut temen itu, tempat tinggal Pak Kiai di masa kecil di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, tidak dilewati rel kereta api.

Desa Kempek terletak sekitar 20 kilometer sebelah barat kota Cirebon, Jawa Barat. Desa ini berada di Kecamatan Palimanan yang diapit dua jalan raya dari Cirebon ke Bandung dan Jakarta.

Tapi tentu ada benang merahnya antara Kang Said dengan PT KAI, salah satu perusahaan BUMN.

Kang Said pernah mendapat anugerah sebagai Tokoh Perubahan pada 2012 dari koran Republika. Acara pemberian penghargaan berlangsung di gedung Djakarta Theatre, Selasa 30 April 2013, dipimpin langsung oleh Erick Tohir, sang pemiliki PT Media Republika Mandiri.

Kang Said terpilih sebagai “Tokoh Perubahan pada 2012” versi koran Replubika karena konstribusinya dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selain Kang Said, penerima anugerah ini adalah Ketua MPR (waktu itu) Taufiq Kiemas, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto.

Awal Maret 2021 lalu Kementerian Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) yang dipimpin Menteri BUMN Ercik Tohir menentukan dan mengumumkan Kang Said jadi Komut PT KAI.

Menurut Erick Tohir, penunjukan Kang Said jadi Komut PT KAI, antara lain berkaitan dengan masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan BUMN ini.

“Kemarin, kita ada sinkronisasi bagaimana kereta api banyak sekali pembangunan, terutama di daerah. Kita melihat figur Pak Said Aqil adalah figur yang baik untuk menangani isu sosial,“ kata Erick Thoir di Balai Kota Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Maret 2021.

Sementara itu, seorang pegawai kantor BUMN juga mengatakan, pengangkatan Kang Said jadi Komut PT KAI karena beliau bisa membangun nilai-nilai kebangsaan di BUMN, termasuk di PT KAI.

Penumpang kereta banyak orang NU

Dalam pembicaraan di kantor PBNU, Kang Said setuju ketika saya katakan, posisi Komisaris Utama KAI ini penting, paling tidak angkutan umum kereta api ini sampai kini masih cenderung sebagai simbol pelayanan untuk rakyat banyak di Indonesia.

“Juga, paling banyak penumpang kereta api adalah orang NU, karena orang NU cukup banyak di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa,” ujar Kang Said semi bercanda dengan gaya khasnya. 

Ketika ditetapkan sebagai Komut PT KAI, Kang Said langsung blusukan di sejumlah stasiun dan di kereta api. Ia juga mengatakan akan tetap kritis melihat perusahaan ini demi kebaikan banyak orang dan Indonesia.

Tak lupa beberapa kali Kang Said memuji Ignatius Jonan yang mengangkat nama baik kereta api ketika yang bersangkutan menjadi direktur utama PT KAI.

“WC-WC dan stasius jadi bersih dan teratur,” ujar Kang Said mengenang revolusi budaya baik yang dilakukan Jonan bagi angkutan umum yang paling banyak penumpangnya di Jawa ini.

Dalam percakapan itu, saya mengatakan, kereta api juga simbol kecil Indonesia yang pluralis. Orang diperbolehkan naik kereta api bukan berdasarkan agama, suku, kelompok, golongan, dan seterusnya. Itulah salah satu simbol kecil Nusantara.

Yang tidak boleh naik kereta api sebagai penumpang umum adalah mereka yang tidak punya karcis (tiket) sesuai dengan nama pemegang tiket di KTP, diduga penyandang covid-19, membawa bom untuk aksi terorisme.

Dalam konteks ini rasanya Kang Said sebagai ketua umum organisasi terbesar di Indonesia memang cocok jadi Komut KAI.

Ada pula benang merah samar-samar, tapi punya nilai sejarah dalam hubungan antara Kang Said dengan kereta api. Kang Said lahir dengan nama Said bin Siroj bin Muhammad Said. Ia lahir pada pada 3 Juli 1953, di Desa Kempek, Kecamatan Gempol, Palimanan, Cirebon.

Ayah Kang Said, KH Aqil Siroj, adalah pengasuh Pesantren Kempek, salah satu pesantren penting dalam sejarah Cirebon dan Indonesia. Dalam satu tahun (2017 - 2018 ), Presiden Joko Widodo dua kali datang di Pesantren Kempek.

Kiai Aqil (ayah Kang Said) mewarisi darah ulama dari Pesantren Gedongan, timur Cirebon. Kyai Aqil merupakan putera dari Kiai Siroj, keturunan dari Kyai Muhammad Said Gedongan. Kyai Muhammad Said adalah pengsuh pengasuh Pesantren Gedongan dan pejuang melawan penjajah Belanda. Beliau wafat pada 1931.

Menurut kisah, Kiai Muhammad Said (kakek buyut Kang Said) terkenal jadug (kekuatan supranatural). Suatu saat Kiai Muhammad Said gusar karena para santrinya datang terlambat ke pesantren setelah liburan.

Penyebab keterlambatan ini adalah transportasi kereta api di pantai utara Jawa di masa penjajahan Belanda hanya berhenti di stasiun, pabrik gula, dan kantor pemerintah penjajah Belanda. Jadi tidak ada kereta api yang berhenti di dekat pesantren.

Menghentikan kereta api Belanda

Suatu saat, seorang santri asal Pekalongan yang terlambat pulang dari masa liburannya ke pesantren menghadap Kiai Muhammad Said. Ketika ditanya alasan kenapa datang terlambat sampai di pesantren, santri dari Pekalongan itu mengemukakan kereta api yang ditumpangi tidak berhenti di dekat pesantren, tapi di jauh di kota (Cirebon).

Kiai Muhammad Said menyuruh santri itu untuk minta kepada para penguasa kereta api (pemerintah kolonial Belanda) di Cirebon agar kereta api bisa berhenti di dekat pesantren.

Permintaan itu ditolak oleh para penguasa kereta api. Tiga kali permintaan diajukan dan tiga kali permintaan Kiai Muhammad Said ditolak Belanda.

“Ya sudah, kalau begitu kita tidak usah memohon atau minta izin dari Belanda. Saya minta izin langsung kepada Allah SWT. Dia yang Maha Merestui,” ujar Kiai Muhammad Said kepada santrinya.

Suatu pagi, suasana Pesantren Gedongan riuh sekali. Para santri asal Batavia (Jakarta) dan beberapa kota di Jawa Tengah dan Timur nampak berjalan dari perlintasan kereta api dengan diiringi para opsir Belanda menuju ke pesantren.

“Ada apa ikut-ikut ke sini,” tanya Kiai Muhammad Said kepada salah seorang opsir Belanda.

“Saya mau protes Kiai. Mengapa dua rangkaian kereta api kami jurusan Surabaya - Batavia (Jakarta) dan sebaliknya tiba-tiba mogok bersamaan di belakang pesantren. Terjadi kerusakan mesin,” kata sang opsir Belanda kepada Kiai Muhammad Said.

“Itu bukan rusak, tapi berhenti sebentar untuk menurunkan para santri. Cepat sana kalian kembali ke kereta api, nanti ketinggalan kereta," jawab Kiai Muhammad Said kepada sang opsir.

Bersamaan dengan ucapan Kiai Muhammad Said, tiba-tiba terdengar suara pluit kereta api yang membuat para opsir Belanda terbirit-birit kembali ke kereta api diiringi tawa terbahak-bahak para santri. Lucu.

Kisah sejarah ini saya ambil dari buku Meneguhkan Islam Nusantara - Biografi Pemikiran & Kiprah Kebangsaan Prof Dr KH Said Aqil Siroj, MA yang ditulisA Musthofa Haroen yang terbit pada 2015.

Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia Maret 2020 lalu, terjadi pergantian direktur utama baru, komisaris utama baru, dan logo PT KAI.

Berbarengan dengan ini pula terjadi penurunan pemasukan uang bagi BUMN ini. Komut baru hadir setelah terjadi perubahan logo, pergantian dirut, penurunan dratis penumpang dan pemasukan uang.

Kehadiran Komut baru diharapkan membawa perubahan positif. Paling tidak jangan sampai kereta api menjadi sumber penularan virus Corona. Lebih penting lagi, berlangsung pengawasan ketat terhadap para teroris bom bunuh diri.

https://nasional.kompas.com/read/2021/04/04/17571971/saat-pak-kiai-jadi-komut-pt-kai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke