Hal itu menanggapi pernyataan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menyebut bahwa hukuman kebiri melanggar HAM.
"Ini kita menjalankan aturan hukum, aturan formal," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri ketika dihubungi Kompas.com, Senin (26/8/2019).
Mukri pun meminta agar pihak lain juga melihat hal tersebut dari sudut pandang sebagai korban.
"Jangan melihat sisi HAM-nya dari sisi kepentingan terpidananya, coba lihat dari sisi kepentingan korbannya," ungkapnya.
Saat ini, Kejagung masih akan mengkaji laporan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait hukuman kebiri kimia tersebut.
Setelah itu, Kejagung akan merumuskan petunjuk teknis pelaksanaan hukuman tersebut.
"Ini kan baru laporan dari Kejati-nya baru, nanti laporannya seperti apa, nanti kita kaji, baru kita rumuskan seperti apa," tutur Mukri.
Nantinya, Kejagung akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk membicarakan hal teknis terkait eksekusi hukuman tersebut. Salah satu pihak yang dimaksud adalah Dinas Kesehatan.
Kendati demikian, Mukri belum dapat memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merumuskan petunjuk teknis tersebut.
Sebelumnya, Komnas HAM menilai hukuman kebiri kimia tersebut melanggar hak asasi manusia.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, hukuman kebiri merupakan bagian dari hukuman fisik yang dilarang dalam konvensi antipenyiksaan yang telah diratifikasi.
"Dalam konteks hak asasi manusia, itu enggak boleh, itu hukuman fisik apalagi sampai permanen kayak gitu menyalahi konvensi antipenyiksaan yang sudah kita ratifikasi sebagai UU," kata Choirul kepada Kompas.com, Senin (26/8/2019).
Choirul menambahkan, hukuman kebiri juga belum tentu melenyapkan perbuatan kekerasan seksual. Ia pun mencontohkan kejahatan-kejahatan lain yang tetap ada meski hukuman fisik telah diberikan.
Kronologi
Sebelumnya, Muh Aris (20), pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, harus menjalani hukuman kebiri kimia setelah terbukti melakukan perkosaan terhadap 9 anak.
Berdasarkan putusan pengadilan, terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak itu juga harus mendekam di penjara selama 12 tahun. Selain itu, dia juga dikenakan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Putusan pidana 12 tahun kurungan dan kebiri kimia terhadap Aris sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Vonis hukuman pidana bagi predator anak itu tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.
Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Saat itu terdakwa divonis bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Putusan majelis hakim terkait perkara yang menjerat Aris, tertuang dalam Putusan PNMojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk, tertanggal 2 Mei 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/27/06414071/kebiri-dianggap-langgar-ham-kejagung-lihatlah-dari-sisi-korban