Menurut Fahri, tak etis jika Jokowi tak menanggapi pernyataan SBY tersebut. Sebab, pernyataan tersebut disampaikan oleh mantan Presiden sehingga tak bisa disepelekan.
"Yang ngomong ini Pak SBY, bukan orang sembarangan. Dia pernah memimpin lembaga-lembaga itu 10 tahun. Jadi dia tahu titik-titik lemah dan kemungkinan itu terjadi. Maka dia memberi warning," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Ia menambahkan, Jokowi bisa mengutus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Sekretaris Kabinet untuk menjawab tudingan tersebut.
Fahri pun mengatakan tudingan tersebut tak cukup bila dijawab oleh PDI-P selaku partai pengusung Jokowi.
Sebab, lanjut politisi PKS itu, yang dituding SBY ialah lembaga negara sehingga wajib bagi pemerintah untuk mengklarifikasi.
"Secara etis ini harus dijawab secara baik. Itu baru kita ngerti, mengelola jalur komunikasi publik. Kalau enggak dijawab ya kayak kita enggak menganggap penting komunikasi publik. Padahal itu penting dan menjawab banyak persoalan," lanjut Fahri.
SBY sebelumnya menyebut adanya ketidaknetralan aparatur negara, yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), TNI, dan Polri, dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia.
"Yang saya sampaikan bukan isapan jempol apalagi mendramatisir. Ini yang saya sampaikan cerita tentang oknum. Ini nyata kejadiannya, bukan hoax," ucap SBY, saat konferensi pers kampanye akbar pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, di Hotel Santika, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (23/6/2018).
Pernyataan mantan presiden ke-6 Indonesia itu disampaikan berdasarkan kejadian sesungguhnya yang ia ketahui.
SBY menyebutkan, selama dua periode memimpin negara ini, dirinya sangat mengenal soal ketiga lembaga yang dimaksud.
Dia menyinyalir adanya oknum aparat TNI, Polri, dan BIN, yang ikut berpolitik dan ingin mengagalkan calon-calon yang diusung oleh Demokrat.
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/25/12041921/fahri-hamzah-sarankan-jokowi-jawab-tudingan-sby-soal-netralitas-aparat-di