Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagian Besar Direksi BUMN "Pesanan" Parpol

Kompas.com - 09/11/2012, 08:58 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara Said Didu mengungkapkan, intervensi terhadap BUMN sudah terjadi sejak dulu. Rumor bahwa BUMN dijadikan sapi perah oleh partai politik dan penguasa, menurutnya, sudah menjadi rahasia umum. Said, yang menjabat Sekretaris Menteri BUMN pada tahun 2005-2010, mengatakan, pada masanya, kondisi BUMN jauh lebih parah karena sarat intervensi, terutama dalam proses seleksi direksi BUMN.

"Jauh lebih parah. Coba Anda bayangkan, untuk menjadi direksi, terkenal dengan menyogok," ujar Said, Kamis (8/11/2012), kepada Kompas.com, di Kompas TV, Palmerah, Jakarta Pusat.

Saat ia masuk ke Kementerian BUMN, ada sekitar 1.000 curriculum vitae yang masuk untuk menjadi kandidat direksi dan komisaris BUMN. "Setelah saya kelompokkan, ternyata 65-70 persen itu berasal dari usulan parpol dan penguasa. Sekitar 10-15 persen dari tokoh nasional yang dianggap bisa pasang orang," ujarnya.

Sementara hanya sekitar 5 persen yang murni dari kalangan profesional. Dengan kondisi seperti itu, Said menilai BUMN dalam kondisi bahaya. Menurutnya, ia sempat menginisiasi pembersihan BUMN dengan mengeluarkan PP Nomor 45 Tahun 2005 yang melarang pengurus partai menjadi pengurus BUMN, serta melarang karyawan dan pimpinan BUMN masuk parpol atau menjadi tim sukses. Setelah PP dikeluarkan, mekanisme seleksi direksi kemudian dilakukan dalam 10 tahapan yang lebih profesional.

"Dan, saat itu BUMN lagi susah sekali. Tahun 2004-2005, Garuda mau bangkut, bank belum muncul, maka perbaikan sistem mulai dijalani. Alhamdulillah sistem itu masih jalan sampai sekarang," kata Said.

Meski sudah dilakukan reformasi dan "bersih-bersih" di tubuh Kementerian BUMN, Said belum bisa memastikan bahwa semua BUMN bersih dari intervensi. "Perlu seorang menteri dan direksi yang benar-benar bersih, berani, dan jujur dalam melawan itu semua. Dia harus kuat menghadapi semua intervensi itu," ujarnya.

Polemik soal intervensi terhadap BUMN kembali mencuat saat Menteri BUMN Dahlan Iskan mengeluhkan masih adanya oknum anggota DPR yang meminta "jatah" kepada direksi BUMN. Setelah menjadi kontroversi, Dahlan dipanggil Badan Kehormatan DPR, Senin (5/11/2012) lalu, untuk memberikan keterangan soal dugaan pemerasan oleh anggota Dewan. Dalam keterangannya, Dahlan menyebutkan ada dua anggota DPR yang diduga melakukan upaya pemerasan terhadap tiga BUMN. Kedua nama itu berinisial IL dan S, yang diduga Idris Laena asal Fraksi Partai Golkar dan Sumaryoto dari Fraksi PDI Perjuangan. Mereka membantah laporan Dahlan. Selain IL dan S, Direktur Utama Rajawali Nusantara Indonesia Ismed Hasan Putro juga mengungkapkan, seorang oknum anggota DPR berinisial IS yang meminta jatah 2.000 ton gula. Terakhir, pada Rabu (7/11/2012), Dahlan kembali menambahkan lima nama ke BK DPR. Namun, nama-nama yang diduga melakukan pemerasan terhadap BUMN ini dilaporkan tanpa ada bukti yang menyertainya.

Baca juga:
Dituduh Pemeras, Sumaryoto Siap Pembuktian Terbalik
Anggota Dewan Peminta Gula Politisi Demokrat?
Anggota BK Kecewa Penjelasan Dahlan

Baca juga berita terkait dalam topik:
Dahlan Iskan Versus DPR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

    KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

    Nasional
    Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

    Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

    Nasional
    Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

    Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

    Nasional
    Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

    Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

    Nasional
    Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

    Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

    Nasional
    Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

    Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

    Nasional
    MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

    MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

    Nasional
    Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

    Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

    Nasional
    MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

    MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

    Nasional
    Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

    Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

    Nasional
    Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

    Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

    Nasional
    Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

    Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

    Nasional
    Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

    Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

    Nasional
    KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

    KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

    Nasional
    Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

    Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com