JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyerahkan sepenuhnya keputusan soal jatah menteri di pemerintahan selanjutnya kepada presiden terpilih Prabowo Subianto.
PSI menekankan ini ketika merespons soal usulan eks Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Prerogatifnya Pak Prabowo," kata Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie saat dihubungi, Jumat (24/5/2024).
Baca juga: Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo
Diketahui, PSI merupakan salah satu partai pengusung Prabowo dan Gibran.
Menurut Grace, Prabowo selaku presiden di pemerintahan selanjutnya memiliki hak prerogatif untuk memilih para pembantunya.
Dia mengaku PSI akan menghormati setiap keputusan Prabowo.
"Kami hormati keputusan beliau," ujar Grace.
Sebelumnya, Pj Ketua Umum (Ketum) Partai Bulan Bintang (PBB) Fahri Bachmid menilai, eks Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra adalah sosok yang ideal menjadi Menko Polhukam di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Fahri beralasan, Yusril mempunyai kapasitas untuk membangun sistem dan kebijakan yang lebih holistik sehingga tepat bila ditunjuk sebagai menko polhukam.
"Kalau andaikan ditanya tentang idealnya beliau, posisi-posisi kementerian itu mungkin lebih tepat sesuai dengan kapasitas dan keilmuannya, itu di Menko Polhukam. Mungkin tepatnya di situ," ujar Fahri saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2024.
Baca juga: Demokrat Tak Masalah PBB Usul Yusril Jadi Menko Polhukam Kabinet Prabowo
Dengan alasan itu pula, Fahri berpendapat Yusril bukanlah sosok tepat untuk mengisi pos jaksa agung yang menurutnya bersifat eksekutor ketimbang membangun sistem.
Selain itu, Fahri juga menyebut Yusril mustahil menjadi jaksa agung karena ada aturan yang menyebut jaksa agung harus terbebas dari partai politik selama 5 tahun.
"Ya kalau Pak Yusril kan harus jabatan yang lebih besar kan. Karena yang beliau pikirkan selama ini kan bagaimana membangun sistem. Kalau menjadi Jaksa Agung kan tidak bangun sistem. Itu eksekutor," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.