DINAMIKA kehidupan kebangsaan telah mengalami pasang surut penafsiran akibat fenomena yang ditimbulkannya.
Dalam konteks sejarah, dinamika kebangsaan Indonesia telah mengalami berbagai perubahan yang memengaruhi identitas dan karakter bangsa.
Misalnya, perubahan ini tercermin dalam perjuangan merebut kemerdekaan, proses pembentukan negara, hingga tatanan politik dan sosial dalam masyarakat.
Dalam masyarakat yang multikultural seperti Indonesia, pemahaman benar tentang konsep kebangsaan dapat menjadi landasan untuk membangun harmoni, toleransi, dan kerja sama lintas agama dan suku bangsa.
Indonesia adalah salah satu negara multikultural atau beragam budaya terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari situasi dan kondisi sosio kultural yang sangat kompleks, beragam dan luas yang terdiri dari berbagai macam kelompok etnis, agama, dan budaya.
Akhir-akhir ini ada pesan menarik jika kita melihat kehidupan toleransi yang dicontohkan oleh masyarakat kita. Yakni, bagaimana perayaan besar agama-agama di Indonesia dapat beriringan satu sama lain dengan nuansa damai dan penuh kehangatan.
Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini dirayakan bersamaan dengan umat beragama lainnya, yaitu Nyepi yang merupakan Hari Raya Agama Hindu, serta peringatan Paskah bagi umat Nasrani di Indonesia.
Benarkah fenomena ini hadir begitu saja tanpa suatu maksud tertentu atau hanya kebetulan?
Sulit untuk menafsirkannya, yang pasti fenomena ini benar terjadi, dan ini merupakan pesan kemenangan untuk merayakan persatuan. Persatuan inilah yang menjadi fitrah berbangsa kita.
Jika kita kembali pada titik mula adanya negara Indonesia, maka akan diperoleh pelajaran penting bagaimana Republik ini lahir, dasarnya adalah persatuan di atas berbagai macam kelompok etnis, agama, dan budaya, seperti tersurat pada Pancasila dalam Pembukaan UUD’45.
Melihat kurang matangnya demokrasi saat ini, penting kiranya kita menegaskan kembali Pancasila untuk menjawab pertanyaan: kita menginginkan demokrasi yang bagaimana?
Kalau kita menginginkan demokrasi membawa Indonesia menuju kesejahteraan, jelas dasar negara harus ditegakkan.
Sebab, warisan terbaik para pendiri Indonesia adalah demokrasi dengan fitrah ber-Pancasila. Bukan demokrasi semu, demokrasi jual beli, apalagi demokrasi janji-janji.
Untuk itu, kita perlu mereformulasi sistem demokrasi yang berangkat dari visi masa depan bangsa, yakni Pancasila.
Harus diketahui, dalam setiap penyusunan visi misi, program kerja dan pelaksanaan pemilu harus punya suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) yang ber-Pancasila dengan fitrahnya, yakni mengedepankan nilai-nilai dan norma dasar yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Tanpa itu semua, Pancasila sungguh hanya tinggal kata-kata.