Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendro Muhaimin
Koordinator Pendidikan dan Pelatihan Pusat Studi Pancasila UGM

Bertugas sebagai Koordinator Pendidikan dan Pelatihan Pusat Studi Pancasila UGM dan Direktur Eksekutif Sinergi Bangsa

Fitrah Kebangsaan

Kompas.com - 12/04/2024, 07:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DINAMIKA kehidupan kebangsaan telah mengalami pasang surut penafsiran akibat fenomena yang ditimbulkannya.

Dalam konteks sejarah, dinamika kebangsaan Indonesia telah mengalami berbagai perubahan yang memengaruhi identitas dan karakter bangsa.

Misalnya, perubahan ini tercermin dalam perjuangan merebut kemerdekaan, proses pembentukan negara, hingga tatanan politik dan sosial dalam masyarakat.

Dalam masyarakat yang multikultural seperti Indonesia, pemahaman benar tentang konsep kebangsaan dapat menjadi landasan untuk membangun harmoni, toleransi, dan kerja sama lintas agama dan suku bangsa.

Indonesia adalah salah satu negara multikultural atau beragam budaya terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari situasi dan kondisi sosio kultural yang sangat kompleks, beragam dan luas yang terdiri dari berbagai macam kelompok etnis, agama, dan budaya.

Akhir-akhir ini ada pesan menarik jika kita melihat kehidupan toleransi yang dicontohkan oleh masyarakat kita. Yakni, bagaimana perayaan besar agama-agama di Indonesia dapat beriringan satu sama lain dengan nuansa damai dan penuh kehangatan.

Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini dirayakan bersamaan dengan umat beragama lainnya, yaitu Nyepi yang merupakan Hari Raya Agama Hindu, serta peringatan Paskah bagi umat Nasrani di Indonesia.

Benarkah fenomena ini hadir begitu saja tanpa suatu maksud tertentu atau hanya kebetulan?

Sulit untuk menafsirkannya, yang pasti fenomena ini benar terjadi, dan ini merupakan pesan kemenangan untuk merayakan persatuan. Persatuan inilah yang menjadi fitrah berbangsa kita.

Jika kita kembali pada titik mula adanya negara Indonesia, maka akan diperoleh pelajaran penting bagaimana Republik ini lahir, dasarnya adalah persatuan di atas berbagai macam kelompok etnis, agama, dan budaya, seperti tersurat pada Pancasila dalam Pembukaan UUD’45.

Pesan Demokrasi

Melihat kurang matangnya demokrasi saat ini, penting kiranya kita menegaskan kembali Pancasila untuk menjawab pertanyaan: kita menginginkan demokrasi yang bagaimana?

Kalau kita menginginkan demokrasi membawa Indonesia menuju kesejahteraan, jelas dasar negara harus ditegakkan.

Sebab, warisan terbaik para pendiri Indonesia adalah demokrasi dengan fitrah ber-Pancasila. Bukan demokrasi semu, demokrasi jual beli, apalagi demokrasi janji-janji.

Untuk itu, kita perlu mereformulasi sistem demokrasi yang berangkat dari visi masa depan bangsa, yakni Pancasila.

Harus diketahui, dalam setiap penyusunan visi misi, program kerja dan pelaksanaan pemilu harus punya suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) yang ber-Pancasila dengan fitrahnya, yakni mengedepankan nilai-nilai dan norma dasar yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Tanpa itu semua, Pancasila sungguh hanya tinggal kata-kata.

Jika Pancasila ada di dalam langkah-langkah kebijakan, seharusnya bermakna, seluruh keputusan yang diambil atau yang dihasilkan adalah keputusan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.

Kita bisa cermati, sampai sekarang masih banyak produk perundang-undangan dan kebijakan yang dinilai cacat ideologis.

Padahal, salah satu yang diharapkan dari demokrasi adalah terciptanya kebijakan atau produk hukum yang berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa yang bersumber pada Pancasila.

Namun kenyataannya, arah kebijakan dan produk hukum kita semakin berjarak pada Pancasila, bahkan dinilai banyak praktik kebijakan yang mengubur ideologinya sendiri dan menelan mentah-mentah pengaruh ideologi lain.

Karenanya, solusi atas persoalan Indonesia hanya bisa muncul dengan melakukan penggalian kembali serta rekonstruksi terhadap pemikiran Pancasila.

Kalau kita masih memerlukan Pancasila, sudah saatnya kita mengupayakan suatu kebijakan ber-Pancasila yang tanpa ragu-ragu.

Refleksi bersama

Aktualisasi pemahaman nilai-nilai Pancasila perlu dipahami dan dikembangkan serta diimplementasikan dalam segala kebijakan.

Karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mempunyai fungsi sebagai motivasi dan rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seperti pernah disampaikan Buya Syafi’i Ma’arif, selama ini para pemimpin dinilai tidak mampu mengapresiasi Pancasila dalam kehidupan nyata, sehingga Pancasila hanya sebatas jargon.

Pancasila itu bagus, dimuliakan dalam kata, dipuji dalam tulisan, tapi dikhianati dalam perbuatan.

Maka bicara soal Pancasila tidak boleh hanya terhenti pada gagasan ideologis, melainkan bagaimana ideologi itu bekerja. Bagaimana sila-sila itu diterjemahkan dalam pengambilan kebijakan pemerintah dalam mengutamakan daulat rakyat atas nama demokrasi.

Pemilu tidak akan pernah usai. Namun, demokrasi tidak boleh jauh dari Pancasila. Karena dengan demokrasi ber-Pancasila adalah langkah tepat untuk menghidupkan fitrah dasar berbangsa dan bernegara sebagai tenaga batin dan etika yang dapat mengangkat moralitas bangsa dari kerendahan dan keterpurukannya.

Pesan fenomena perayaan keagamaan di atas harus bisa membangkitkan kesadaran kolektif. Pesan ini harus ditularkan ke seluruh elemen bangsa, bahwa bangsa ini sangat rentan terhadap perpecahan dan disintegrasi.

Jangan sampai demokrasi dibiarkan jauh dari fitrah ber-Pancasila dan jangan pula berdemokrasi justru berpeluang besar mengubur sendi-sendi kebangsaan kita.

Dan Pancasila telah menjadi rumah besar bagi refleksi kebangsaan kita. Di mana keberagaman dan kebhinnekaan yang dimiliki Indonesia harus membawa pada tujuannya, yakni persatuan dalam bingkai ke-Indonesia-an.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com