Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pungli di Rutan, KPK Dinilai Gagal Cegah Korupsi

Kompas.com - 18/03/2024, 09:46 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal membangun sistem pengawasan dan pencegahan korupsi usai terbongkarnya praktik pungutan luar di rumah tahanan (rutan) KPK.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan, kasus pungli tersebut juga menandakan betapa bobroknya nilai integritas di lembaga antirasuah tersebut.

"Peristiwa ini juga memperlihatkan buruknya pengawasan dan gagalnya KPK membangun sistem pencegahan korupsi," kata Kurnia kepada Kompas.com, Senin (18/3/2024).

Menurut Kurnia, KPK semestinya paham bahwa rutan adalah sektor yang rawan terjadi praktik korupsi karena pegawai dapat berinteraksi langsung dengan tahanan.

Baca juga: Kepala Rutan KPK Jadi Tersangka Pungli, Ditjen Pas Kemenkumham Hormati Proses Hukum

"Ditambah lagi, cerita mengenai praktik suap-menyuap atau jual beli fasilitas rumah tahanan bukan hal baru di Indonesia," kata dia.

ICW pun berpandangan, proses penegakan hukum terhadap kasus pungli ini sangat lambat.

Pasalnya, dugaan adanya pungli di rutan KPK sudah berhembus sejak pertengahan tahun lalu.

Ia menyebutkan, seluruh komponen untuk melengkapi proses penyelidikan ada di lingkungan KPK, mulai dari tempat kejadian perkara maupun informasi yang sebelumnya sudah diproses oleh Dewan Pengawas.

"Pertanyaan lebih lanjut, mengapa baru sekarang ada penetapan tersangka?" ujar Kurnia.

ICW pun mendesak agar KPK terus mengembangkan proses hukum ini untuk melihat potensi keterlibatan pihak lain di luar 15 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Baca juga: Tarik Pungli dari Tahanan, Kepala hingga Petugas Rutan KPK Ramai-ramai Masuk Penjara

"Lalu, jika nanti penyidikan sudah rampung dan masuk proses persidangan, kami mendesak agar puluhan pegawai KPK ini dijerat dengan hukuman berat, paling tidak di atas 10 tahun penjara," kata dia.

Diberitakan, KPK telah menetapkan 15 orang tersangka kasus pungli di rutan KPK yang terdiri dari kepala dan eks kepala rutan, kepala keamanan dan ketertiban, serta petugas dan eks petugas rutan.

Dalam kasus ini, para tersangka menagih pungli dengan nominal Rp 300.000-Rp 2 jtua kepada tahanan dengan iming-iming mendapatkan beragam fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank, dan bocoran informasi soal inspeksi mendadak.

Uang itu disetorkan secara tunai dalam rekening bank penampung lalu akan dibagi-bagikan kepada kepala rutan dan petugas rutan.

Baca juga: Bukan Penyuapan, Tersangka Pungli Rutan KPK Dikenakan Pasal Pemerasan

Tahanan yang tidak ikut menyetor uang akan dibuat tidak nyaman oleh para petugas, misalnya dengan dikunci rai luar, dilarang dan dikurangi jatah berolahraga, serta mendapat jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak.

KPK menduga uang hasil pungli atau pemerasan terhadap tahanan di Rutan KPK mencapai Rp 6,3 miliar dalam kurun waktu 2019-2023.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

Nasional
Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Nasional
Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Nasional
Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P dalam Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P dalam Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com