Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasdem Tak Sepakat Ambang Batas Parlemen Diturunkan

Kompas.com - 05/03/2024, 15:46 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto mengatakan pihaknya tak sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta ambang batas parlemen atau parlementiary threshold diubah dari 4 persen.

Ia menyebutkan, hal itu tak sesuai dengan semangat untuk menyederhanakan partai politik (parpol) di Indonesia.

“Kalau Nasdem justru malah kita mau naikkan parliamentary threshold (karena semangat) kita adalah penyederhanaan partai, maka bergabunglah partai-partai seideologi dan sebagainya menjadi satu lah,” ujar Sugeng di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Menurutnya, hal itu mesti ditempuh agar parpol di Indonesia tak terlalu banyak.

Baca juga: Fraksi PPP Minta Ambang Batas Parlemen Turun Jadi 2,5 Persen seperti Pemilu 2009

Bagi Sugeng, saat ini beberapa parpol baru tidak memiliki perbedaan ideologi secara mendasar.

“Supaya ya, mohon maaf kita harus realistis tidak semua orang lantas bikin partai politik sedemikian rupa ya kalau memang kita se-ide, se-ideologi, se-platform kenapa gak jadi satu?” tutur dia.

Terakhir, ia mengungkapkan, Nasdem sebenarnya justru ingin ambang batas parlemen ditingkatkan lebih dari 4 persen.

Sugeng menyebutkan, partainya ingin agar ambang batas parlemen bisa di angka 7 persen untuk membatasi munculnya terlalu banyak parpol.

Baca juga: MK Perintahkan Perubahan Ambang Batas Parlemen, Politikus PDI-P: Ada yang Ingin Lebih Tinggi

“Kalau ditanya idealnya berapa, menurut saya 9 partai saja, dengan berbagai separasi, ide, gagasan dan sebagainya,” imbuh dia.

Sebelumnya, MK menganggap ambang batas parlemen tak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Maka, MK meminta ambang batas diturunkan dengan mempertimbangkan lima hal, yaitu:

1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan

2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

Baca juga: Soal Ambang Batas Parlemen, Politikus PDI-P Singgung Ada Parpol Tak Lolos Parlemen 2 Kali Pemilu

3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka untuk mewujudkan penyederhanaan parpol

4. Perubahan telah selesai sebelum dimulai tahapan penyelenggaran Pemilu 2029

5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelanggaraan Pemilihan Umum dengan menerapkan sistem partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan parpol peserta Pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

Selain itu, para hakim konstitusi meminta agar putusan itu dieksekusi dalam undang-undang pemilu sebelum Pemilu 2029 berlangsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com