JAKARTA, KOMPAS,com - Pemberitaan Partai Demokrat yang kini satu perahu dengan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menjadi artikel populer di Kompas.com, Minggu (25/2/2024).
Artikel populer lainnya terkait mengenai kemungkinan hak angket dapat memakzulkan Presiden Joko Widodo.
Selanjutnya pemberitaan terkait polemik Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Berikut ulasan selengkapnya:
Partai Demokrat resmi berada satu perahu dengan Moeldoko dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Hal ini ditandai dengan dilantiknya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) di Istana Negara pada 21 Februari 2024 lalu.
Sebagaimana diketahui, AHY dan Moeldoko sempat berseteru karena saling mengeklaim kursi kepemimpinan Partai Demokrat.
Gerakan untuk merebut Demokrat dari kepemimpinan AHY terjadi sejak awal 2021. Saat itu, sejumlah kader senior Demokrat, yakni Jhoni Allen Marbun dan Marzuki Alie menginisiasi kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang dan menunjuk Moeldoko sebagai ketua umum tandingan.
Namun, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan kepengurusan Demokrat yang sah adalah yang berada di bawah kepemimpinan AHY.
Baca selengkapnya: Saat Moeldoko dan AHY Satu Perahu Kabinet, Perebutan Kursi Ketum Demokrat Terus Berlanjut?
Wacana penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 semakin kuat berembus.
Wacana itu pertama kali diusulkan oleh kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Ganjar mendorong dua partai politik pengusungnya pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menggunakan hak angket di DPR.
Menurutnya, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan pemilu yang sudah terang-terangan.
"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).