Rasanya tidak terlalu berlebihan bila dalam pidato menanggapi hasil Quick Count Pilpres 2024 (14/2/2024), Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming mengucapkan terima kasih secara khusus kepada anak-anak muda.
“Kami tidak mengira angka dari quick count setinggi ini. Saya yakin ini angka-angka yang tinggi karena anak muda semua,” ujar Gibran dalam pidatonya.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada anak-anak muda yang merupakan pendukung sangat kunci bagi saya,” ungkap Prabowo dalam tambahan pidatonya setelah Gibran, sebelum menutup acara.
Hal ini sejalan dengan data Exit Poll Litbang Kompas yang menyebut Gen Z (di bawah 26 tahun) menjadi penyumbang suara terbesar bagi pasangan Prabowo-Gibran sebesar 65,9 persen, diikuti pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (16,7 persen) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (9,6 persen).
Data sama dari Exit Poll Litbang Kompas jika dilihat berdasarkan latar belakang pendidikan pemilih juga menunjukkan, pasangan Prabowo-Gibran menguasai pemilih dengan latar belakang pendidikan dasar (SD) sebesar 55,6 persen dan pendidikan menengah (SMP dan SMA) sebesar 57,4 persen.
“Perlawanan” berarti hanya terjadi di pemilih dengan latar belakang pendidikan tinggi di mana Prabowo-Gibran meraih 41,7 persen bersaing dengan Anies-Muhaimin di angka 34,3 persen dan Ganjar-Mahfud 12,6 persen.
Toto Suryaningtyas, Peneliti Litbang Kompas menjelaskan, pemilih Prabowo-Gibran dilihat dari rentang usia, semakin tua maka komposisi jumlah pemilihnya semakin sedikit.
Sebaliknya, pasangan lain Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud semakin tua pemilih komposisi pemilih kedua pasangan ini semakin besar.
Dalam hal inilah kemudian konten-konten “Mayor Teddy” dan “Bobby Kertanegara” mendapatkan konteksnya di kalangan GenZ dan juga pemilih dengan latar belakang pendidikan dasar dan menengah.
Baca juga: Sepak Terjang Mayor Teddy, Ajudan Prabowo yang Dulu Jadi Asisten Ajudan Jokowi
Yohan Wahyu, Peneliti Litbang Kompas saat membedah hasil Exit Poll Kompas menyampaikan ada korelasi antara Gen Z yang menghabiskan waktu hampir 6 jam di media sosial dengan berbagai gimmick dan narasi yang dikomunikasikan.
Walter Benjamin, filsuf Jerman dalam esai "The Storyteller: Reflections on the Work of Nikolai Leskov" (1936) meyakini bahwa story telling adalah cara efektif untuk membangun komunitas (termasuk pemilih di era pemilu) dan rasa saling percaya.