Meski berbagai pihak memberikan kredit positif film ini sebagai bentuk panggilan moral merespons situasi yang terjadi terhadap hukum negeri ini, nampaknya belum membuat apa yang disebut “silent majority” oleh banyak pengamat, mengalihkan suara ke pasangan 01 atau 03.
Sebaliknya, foto dan video “heroik” Mayor Teddy, ajudan Prabowo, yang nampak gagah menggendong seorang wanita yang terlihat pingsan di panggung kampanye terakhir Prabowo (10/2/2024) banyak tersebar di berbagai grup WA maupun media sosial.
Bahkan, pengamat politik M. Qodary dalam podcast menyebut Mayor Teddy sebagai "Factor X" atau "Factor T" yang mampu menarik, istilah anak Jaksel, "circle" emak-emak menjadi “ter-teddy-teddy”.
Jangan juga dilupakan Bobby Kertanegara, kucing kesayangan Prabowo. Story telling Bobby nampaknya juga berhasil membangun "circle" tersendiri yang membuat para pemilih memiliki koneksi dan merasa dunia mereka "relate" dengan paslon 02 .
Konten "My Teddy" atau "My Ted" dan kucing gemoy Bobby Kertanegara nampaknya secara narasi berhasil efektif mencuri panggung dari kejutan suara ketokohan (prominence) yang muncul di saat akhir seperti dari Ahok, Butet Kertaraharja, Connie Bakrie, atau bahkan "Dirty Vote".
Story telling semacam ini diyakini lebih efektif dalam membangun ikatan "circle" dan konteks daripada sekadar menempelkan gimmick-gimmick seperti “slepet”, “wakanda no more”, atau “sat-set”.
Pertanyaan menggelitiknya: apakah semua jalinan story telling dari tangisan emak-emak, My Ted dan kucing gemoy Bobby merupakan konten yang menyebar secara organik dan spontan, atau sesuatu yang by design terencana?
Jika memang kemudian story telling ini direncanakan dan dieksekusi secara matang, maka hal ini menjadi strategi komunikasi brilian nan cemerlang oleh tim yang ada di belakangnya.
Story telling semacam ini menjadi strategi yang keluar dari pakem "rilis" di mana influencer atau buzzer mendapatkan pesan sponsor yang sama sehingga bermunculan narasi mirip-mirip atau bahkan sama antara akun satu dan lainnya di media sosial.
Ironinya, Walter Benjamin dalam esainya yang terkenal itu juga secara tegas menyampaikan story telling tengah mengalami kepunahan karena sisi epik dari kebenaran, kebijaksanaan secara bertahap memudar.
Baca juga: Masyarakat Indonesia Bidik Brand Lokal yang Usung Bisnis Berkelanjutan dan Punya Story Telling
Dulu mendongeng, bak epik pewayangan Mahabarata atau kisah Cinderella menjadi story telling yang terjalin erat dalam jalinan budaya manusia dan menjadi sarana menyampaikan kebijaksanaan, pengalaman, dan pelajaran moral atau nilai hidup berharga.
Di era banjirnya informasi, di mana orang sering kali mencari konten berukuran kecil, apakah konten-konten seperti Mayor Teddy dan Bobby Kertanegara mampu menyisakan sedikit ruang untuk refleksi dan kedalaman? Wallahualam…
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.