Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Reformasi Dianggap Terhenti, Demokrasi Indonesia Diprediksi Semakin Mundur

Kompas.com - 29/01/2024, 11:55 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Semangat buat memperkuat institusi negara dan praktik demokrasi substantif setelah masa Reformasi 1998 dianggap terhenti, dan Indonesia diprediksi menuju kemunduran demokrasi seperti yang terjadi pada era Orde Baru.

Menurut peneliti dari Lembaga Ilmu Bahasa, Negara, dan Antropologi Kerajaan Belanda (KITLV) Ward Berenschot, semangat mempertahankan reformasi buat memperkuat negara hukum dan praktik demokrasi substansif saat ini seolah terhenti.

Menurut Ward, selepas kejatuhan Orde Baru dan Presiden Soeharto memang dalam beberapa tahun berikutnya terlihat wujud melakukan reformasi, yakni upaya memperkuat negara dengan mendirikan berbagai lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: LP3ES Prediksi Demokrasi Indonesia Bisa Semakin Memburuk

"Tapi sekarang sudah sejak beberapa tahun, ambisi reformasi dalam hal-hal ini tidak kuat lagi," kata Ward dalam kegiatan diskusi bertajuk "Cawe-cawe Presiden dan Senjakala Demokrasi: Outlook LP3ES 2024, yang dilakukan secara daring pada Minggu (28/1/2024).

"Tidak ada banyak upaya lagi untuk memperkuat demokrasi ini. Sebaliknya ada upaya untuk melemahkan," sambung Ward.

Menurut hasil kajian dilakukan oleh Ward, dalam rentang 10 tahun atau 2 periode masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terdapat banyak upaya buat memperkuat negara hukum.

Selain itu, kata Ward, terdapat indikasi pelemahan negara hukum dan praktik demokrasi substansif terhadap sejumlah institusi negara yang berdiri karena amanat reformasi.

"Tapi yang kita lihat sekarang adalah proses politisasi banyak institusi negara," ujar Ward.

Baca juga: Ganjar Sebut Kualitas Demokrasi Turun jika Presiden Ikut Berkampanye


Faktor lain, kata Ward, yang menguatkan pemerintah sudah kehilangan semangat reformasi adalah pelemahan terhadap sejumlah institusi yang didirikan usai reformasi, seperti KPK dan MK, serta politisasi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Padahal menurut Ward, pendirian KPK dan MK serta penguatan KPU dan Bawaslu sebelum masa pemerintahan Presiden Jokowi memperlihatkan peningkatan kinerja cukup baik dan berdampak.

Dia juga menyinggung soal upaya reformasi birokrasi dan kepolisian serta perbaikan pengelolaan sumber daya alam sebelum masa pemerintahan Jokowi cukup berhasil.

Akan tetapi, lanjut Ward, semangat penguatan negara hukum dan praktik demokrasi substansif yang menjadi inti reformasi seolah berbalik arah dalam kurun 1 dasawarsa terakhir.

Baca juga: Said Abdullah: Demokrasi Indonesia Turun, Investor Akan Tahan Diri

Dia mencontohkan akibat revisi undang-undang membuat KPK rentan dipolitisasi dan tidak mandiri.

Kemudian, lanjut Ward, putusan MK terkait syarat batas usia capres-cawapres yang penuh kontroversi dan dianggap membuka jalan bagi potensi nepotisme serta dinasti politik dengan cara mengakali aturan.

"Kita juga bisa lihat institusi KPU dan Bawaslu sedang terpolitisasi. Maksudnya orang politik bisa dengan mudah mempengaruhi kinerjanya, bisa mempengaruhi putusan yang mereka ambil. Dulu tidak begitu," ucap Ward.

Baca juga: Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk Megawati, Cak Imin: Kawal Demokrasi dan Ketidakadilan

"Kalau kita lihat sejarah Indonesia dalam 10 tahun terkini, semua institusi ini dilemahkan, semua institusi ini tidak begitu kuat seperti dulu. Jadi indikasi lain mengapa semangat reformasi selesai," sambung Ward.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com