Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LP3ES Prediksi Demokrasi Indonesia Bisa Semakin Memburuk

Kompas.com - 29/01/2024, 09:51 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Situasi demokrasi di Indonesia pada 2024 diprediksi memburuk jika melihat tren yang berkembang sejak 2019 atau periode kedua pemerintahan dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal itu disampaikan Direktur Pusat Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto, dalam kegiatan diskusi bertajuk "Cawe-cawe Presiden dan Senjakala Demokrasi: Outlook LP3ES 2024", yang dilakukan secara daring pada Minggu (28/1/2024).

"Di setiap pengujung tahun itu data menunjukkan bahwa situasi demokrasi secara konsisten kian memburuk di periode kedua pemerintahan Jokowi sejak 2019," kata Wijayanto.

"Dan awal tahun ini kami memprediksi dengan cermat bahwa situasi demokrasi akan kian buruk," sambung Wijayanto.

Baca juga: Ganjar Sebut Kualitas Demokrasi Turun jika Presiden Ikut Berkampanye

Menurut Wijayanto, LP3ES sejak 2019 sudah memprediksi praktik demokrasi mengalami kemunduran serius dan cenderung mengarah kepada otoritarianisme.

Akan tetapi, lanjut Wijayanto, mereka tidak menyangka kemunduran demokrasi di Indonesia terjadi dalam waktu yang cepat dan ada kemungkinan bisa lebih memburuk.

"Dari tahun ke tahun semua kekhawatiran kita justru terwujud nyata. Bahkan mencermati situasi terbaru, situasinya bahkan lebih buruk dari yang kita perkirakan," ujar Wijayanto.

Baca juga: Said Abdullah: Demokrasi Indonesia Turun, Investor Akan Tahan Diri


Menurut Wijayanto, indikator praktik demokrasi di Indonesia mulai memburuk ketika muncul wacana memperpanjang masa jabatan dan kekuasaan Presiden Jokowi melalui isu presiden 3 periode dan penundaaan pemilihan umum (Pemilu). Namun, wacana itu gagal

Dia menyampaikan, dari riset LP3ES dan Lembaga Ilmu Bahasa, Negara, dan Antropologi Kerajaan Belanda (KITLV) ditemukan fakta propaganda wacana presiden 3 periode dan penundaan Pemilu turut melibatkan sejumlah pasukan siber (cyber troops) dan pendengung (buzzer) di berbagai media sosial.

Menurut Wijayanto, isu presiden 3 periode sudah dimulai sejak 2019. Sedangkan wacana penundaan Pemilu mulai didengungkan sejak 2023 setelah ramai penolakan terhadap isu presiden 3 periode.

Baca juga: Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk Megawati, Cak Imin: Kawal Demokrasi dan Ketidakadilan

"Sekarang ada cara baru untuk memperpanjang kekuasaan menggunakan perangkat yang masih dimiliki oleh rezim, yaitu memajukan anaknya sebagai calon wakil presiden setelah lebih dahulu mengubah aturan main melalui Mahkamah Konstitusi yang dipimpin oleh, sekarang jadi dikenal ya, oleh uncle, oleh paman," ucap Wijayanto.

Menurut Wijayanto, politik dinasti dan pengingkaran konstitusi ini menjadi titik nadir dari semua tanda kemunduran demokrasi yang secara konsisten muncul setiap tahun.

Wijayanto mengatakan, indikator kemunduran praktik demorkasi pada periode kedua Presiden Jokowi adalah pengingkaran terhadap aturan main demokrasi, menyingkirkan lawan politik, praktik kekerasan negara, dan pemberangusan insan sipil dan media.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com