PEMERINTAH telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada 2 Januari 2024.
Perubahan Kedua terhadap UU ITE 2.0 memberikan wajah dan fitur baru UU ITE yang lebih progresif dan komprehensif dalam mengatur penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik serta pengaturan pidana.
UU ITE 2.0 merevisi 12 pasal lama menjadi 14 pasal dan menambah 5 pasal baru. Pasal-pasal yang direvisi tersebut meliputi:
Sedangkan pasal-pasal baru yang ditambahkan meliputi:
Perubahan kedua UU ITE dilatarbelakangi kebijakan strategis pemerintah dalam menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan.
Ruang siber bukanlah ruang virtual yang tanpa batas dan tanpa campur tangan negara sebagaimana diungkapkan oleh John Perry Barlow dalam A Declaration of the Independence of Cyberspace.
Dari waktu ke waktu, setiap negara berusaha untuk menciptakan nexus yang dapat digunakan untuk menerapkan hukum negara tersebut. Nexus tersebut dapat berupa kehadiran seseorang atau benda, baik secara fisik maupun virtual di dalam teritori negara tersebut.
Selain itu, perubahan atas undang-undang ini juga dilatarbelakangi upaya untuk menyelesaikan permasalahan ketentuan yang multitafsir dan kontroversial di dalam masyarakat, khususnya terkait ketentuan perbuatan yang dilarang.
Sejak awal diundangkannya Generasi Pertama UU ITE yang lahir pada 2008, permasalahan penerapan ketentuan pidana telah mencuat.
Generasi Kedua UU ITE yang hadir sejak 2016 dinilai belum dapat menyelesaikan permasalahan multitafsir dan kontroversial tersebut.
Dengan lahirnya Generasi Ketiga UU ITE, bugs yang terdapat dalam generasi-generasi sebelumnya dapat dihilangkan.
Sejalan dengan upaya tersebut, UU Perubahan Kedua UU ITE mengharmonisasikan ketentuan-ketentuan pidananya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional).
Harmonisasi tersebut penting mengingat KUHP Nasional bertujuan untuk rekodifikasi dan konsolidasi hukum pidana nasional.
KUHP Nasional telah mencabut ketentuan pidana tentang kesusilaan (Pasal 27 ayat (1)), penghinaan dan pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3)), penyebaran kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat (2)), akses ilegal (Pasal 30), intersepsi ilegal (Pasal 31), pemberatan pidana karena timbulnya kerugian materil (Pasal 36), beserta sanksi pidana pasal-pasal tersebut.
Namun, mengingat KUHP Nasional baru akan berlaku pada 2026, Pemerintah menyesuaikan ketentuan perbuatan yang dilarang dalam UU ITE sedekat mungkin dengan KUHP Nasional.