JAKARTA, KOMPAS.com - Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi satu-satunya bakal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang tak mencantumkan visi-misi penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu.
Dalam dokumen visi-misinya, Prabowo-Gibran hanya mencantumkan janji perlindungan HAM untuk warga negara dan menghapus praktik diskriminasi saja.
Soal program kebijakan, Prabowo-Gibran janji akan membuat kebijakan inklusif dan menjamin hak dasar masyarakat kelompok rentan hingga perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Tak ada penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang disinggung layaknya dua pasangan capres-cawapres lainnya yaitu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Baca juga: PDI-P Ingatkan Semua Pasangan Calon Harus Punya Komitmen Selesaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu
Bakal paslon Ganjar-Mahfud, dalam dokumen yang disetorkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu secara adil. Terutama, atas pelanggaran HAM yang jadi beban peradaban bangsa.
Sedangkan bakal paslon Anies-Cak Imin juga mendorong pemulihan sosial ekonomi korban pelanggaran HAM dan menguatkan lembaga HAM Nasional.
Aktivis HAM Usman Hamid menilai, apa yang tercermin di dalam dokumen visi misi Prabowo-Gibran, tak lepas dari rekam jejak Prabowo di masa lalu.
Menurutnyanya, publik perlu melihat kiprah masing-masing capres selama menjadi pejabat di era sebelumnya.
Baca juga: Kubu Prabowo-Gibran Sebut Ada Hal Lebih Penting Dibandingkan Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu
"Adakah dari mereka yang selama ini terlihat gigih memperjuangkan penyelesaian kasus-kasus HAM berat masa lalu atau malah berdiam diri atas terjadinya pelanggaran HAM atau malah justru terlibat dalam pelanggaran-pelanggaran HAM berat masa lalu?"
Menurutnya, rekam jejak tersebut penting ditelaah karena kasus pelanggaran HAM khususnya pelanggaran HAM berat masa lalu harus dituntaskan.
Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib ini mengatakan, penuntasan kasus HAM harus dilakukan melalui koridor hukum untuk memberikan rasa keadilan kepada korban yang kehilangan keluarganya di masa lalu.
secara hukum untuk memberikan keadilan bagi para korban yang kehilangan haknya di masa lalu.
"Hal itu juga penting karena menyangkut moralitas kolektif masyarakat bangsa di masa depan. Bangsa ini memerlukan masa depan baru, dalam arti berpijak pada sejarah pelanggaran HAM masa lalu yang jujur mengakui sisi kelamnya. Hal ini pula yang bisa mencegah pelanggaran HAM berat terulang di masa depan," kata Usman Hamid.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya menilai, sikap Prabowo-Gibran yang tak mencantumkan program penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu sebagai bentuk ketidakpahaman paslon ini terhadap isu HAM.
"Ini menegaskan Prabowo-Gibran tidak punya keberpihakan dan tidak berpikir bahwa kewajiban negara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sehingga mereka tidak memasukan itu," ujar Dimas.