JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat menyatakan, perkara mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar yang diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) berbeda dengan perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui, saat ini Emirsyah Satar tengah diadili dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Ini merupakan perkara kedua yang menjerat eks Dirut Garuda tersebut. Dalam perkara pertama di KPK, Emirsyah Satar terjerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.
"Dalam perkara a qou yang menjadi objek perkara adalah tindak pidana korupsi adanya penyelewenangan mulai dari perencanaan, pengadaan sampai dengan pengoperasian pesawat yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian keuangan negara," kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).
Baca juga: Sampaikan Eksepsi, Kubu Emirsyah Satar Nilai Materi Kasus Kejagung Sama seperti KPK
Penyelewengan tersebut diduga jaksa dilakukan Emirsyah Satar sejak perencanaan hingga pengoperasian pesawat Udara Sub- 100 Seaters (CRJ-1000) dan Turbo Propeller ( A R 72-600) pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari tahun 2011 sampai dengan 2021.
Sedangkan, yang menjadi obiek perkara di KPK adalah pemberian suap terhadap Emirsyah Satar dalam dalam pengadaan Pesawat Airbus A.330 series, Pesawat Airbus A.320, Pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet ( CRJ ) 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin (engine) Roll- Royce Trent 700.
"Sehingga, objek perkara adalah perkara a qou (yang tengah diadili di PN Tipikor Jakarta) dan perkara terdakwa di KPK adalah tidak sama," kata Jaksa.
Dalam nota keberatan, kubu Emirsyah Satar menilai, dakwaan JPU Kejari Jakarta Pusat sama seperti dakwaan yang diterapkan oleh KPK. Hal itu disampaikan tim penasihat hukum Emirsyah Satar dalam eksepsi terhadap surat dakwaan.
Koordinator tim penasihat hukum Emirsyah Satar, Monang Sagala berpandangan bahwa perkara yang menjerat kliennya ini melanggar asas "nebis in idem" atau asas hukum yang melarang terdakwa didakwa lebih dari satu kali atas satu perbuatan.
Menurut Monang, rangkaian peristiwa kasus yang ditangani oleh Kejagung terkait pengadaan pesawat Garuda Indonesia ini sama persis seperti yang menjerat Emirsyah Satar dalam kasus pertama yang ditangani KPK.
"Dakwaan a quo melanggar asas nebis in idem karena peristiwa dan rangkaian perbuatan material dalam dakwaan a quo adalah sama dengan peristiwa dan rangkaian perbuatan material dalam perkara terdakwa yang pertama," kata Monang dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/10/2023).
Dalam perkara pertama, Emirsyah Satar dijerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.
Kemudian, Emirsyah divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 8 Mei 2020.
Selain itu, Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan, yakni membayar uang pengganti senilai 2.117.315,27 dollar Singapura subsider dua tahun kurungan penjara.
Eks Dirut Garuda Indonesia itu dinilai terbukti menerima uang berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing yang terdiri dari Rp 5.859.794.797, lalu 884.200 dollar Amerika Serikat, kemudian 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.
Baca juga: Emirsyah Satar Didakwa Rugikan PT Garuda Indonesia Sebesar 609 Juta Dollar AS
Uang itu diterimanya melalui pengusaha pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo.