Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emirsyah Satar Didakwa Rugikan PT Garuda Indonesia Sebesar 609 Juta Dollar AS

Kompas.com - 18/09/2023, 19:04 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat mendakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar telah merugikan keuangan negara sebesar 609.814.504,00 dollar Amerika Serikat (AS).

Tindakan ini dilakukan bersama dengan eks Vice President Strategic Management Office PT GA, Setijo Awibowo; eks Executive Projest Manager Aircraft Delivery PT GA, Agus Wahjudo; eks Vice President Treasury Management PT GA Albert Burhan; dan eks Direktur PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Kemudian, eks VP Fleet Aquitition PT GA, Adrian Azhar; serta eks irektur Teknik & Pengelolaan Armada PT GA, Hadinoto Soedigno.

“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara cq PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar 609.814.504,00 dollar Amerika Serikat atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).

Baca juga: Hari Ini Emirsyah Satar Kembali Diadili di Pengadilan Tipikor, Kasus Apa?

Jaksa menjelaskan, Emirsyah Satar secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada atau Fleet Plan PT Garuda Indonesia yang merupakan rahasia perusahaan kepada Soetikno Soedajo untuk selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc yang merupakan Commercial Advisor dari Bombardier.

Kemudian, Emiryah Satar mengubah rencana kebutuhan pesawat Sub 100 seater dari yang semula kapasitas 70 seats tipe Jet menjadi kapasitas 90 seats tipe jet tanpa terlebih dahulu ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).

Hal ini tidak sesuai Hasil Kajian Feasibility Study Additional Small Jet Aircraft pada Juli 2010 yang ditetapkan dalam RJPP 2011-2015 dan disetujui oleh para Pemegang Saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada tanggal 15 November 2010.

Jaksa menyebut, Emiesyah memerintahkan Adrian Azhar dan Setijo Awibowo untuk melakukan pengadaan Pesawat Sub 100 seater dengan kapasitas 90 seats. Padahal rencana pengadaan Pesawat Sub 100 seater dengan kapasitas 90 seats belum dimasukkan dalam RJPP PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

“Terdakwa Emirsyah Satar memerintahkan Setijo Awibowo dan Adrian Azhar membuat feasibility study (kajian kelayakan) pengadaan Pesawat Sub-100 seater tipe Jet kapasitas 90 seater yang belum ditetapkan dalam RJPP dan tidak dilengkapi dengan Laporan Hasil Analisa Pasar dan Laporan Hasil Analisa Kebutuhan Pesawat,” papar Jaksa.

Baca juga: Lagi, Emirsyah Satar Tersangkut dalam Pusaran Kasus Korupsi Garuda

Tidak hanya itu, Emirsyah Satar juga memerintahkan Soetijo Awibowo, Agus Wahjudo, Albert Burhan dan Adrian Azhar selaku tim pengadaan merubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat jet Sub-1 00 dari pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) menjadi pendekatan economic sub kriteria NVP (Net Value Present) dan Route Result, tanpa persetujuan dari Board Of Direction (BOD).

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memenangkan pesawat Bombardier dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Kemudian, Emirsyah Satar bersama Hadinoto Soedigno dan Agus Wahjudo bersepakat dengan Soetikno Soedarno dan Bernard Duc meminta pihak Bombardier untuk membuat data-data analisa tentang kelebihan pesawat Bombardier CRJ-1 000 dibandingkan dengan Embraer E-190 berdasarkan perhitungan Net Present Value (NPV) dan Route Result pada kiteria economic sebagai dasar memenangkan pesawat Bombardier dalam pemilihan armada di PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Menurut Jaksa, Emirsya Satar bersama dengan Agus Wahjudo dan Hadinoto Soedigno juga melakukan persekongkolan dengan Soetikno Soedarjo untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT. Garuda Indonesia.

Meskipun, jenis pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep bisnis PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebagai perusahaan penerbangan yang menyediakan layanan full service.

Kemudian, Emirsyah Satar bersama Albert Burhan, M Arif Wibowo dan Hadinoto Soedigno memberikan persetujuan untuk pengadaan pesawat Turbopropeller tanpa ada feasibility study yang memadai serta belum ditetapkan dalam RJPP maupun RKAP.

“Di mana tipe pesawat tersebut tidak sesuai dengan sistem layanan penerbangan Low Cost Carrier PT. Citilink Indonesia yang kemudian dalam pengadaannya diambil alih oleh PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk,” papar Jaksa.

Baca juga: Kejagung Pastikan Obyek Perkara Kasus Emirsyah Beda dari KPK

Lebih jauh, Emirsyah Satar bersama dengan Albert Burhan juga melakukan Pembayaran Pre Delivery Payment (PDP) Pembelian Pesawat ATR 72-600 kepada Manufactur ATR sebesar 3.089.300,00 dollar AS, padahal mekanisme pengadaan ATR dilakukan secara Sewa.

“Terdakwa Emirsyah Satar besama dengan Albert Burhan melakukan pembayaran PDP pembelian Pesawat CRJ-1 000 kepada Bombardier sebesar 33.916.003,80 dollar AS padahal mekanisme pengadaan CRJ-1 000 dilakukan secara sewa,” imbuh Jaksa

Atas pebuatannya, Emirsyah Satar dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com