Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

DPD RI Ajak Muhammadiyah Bangun Kesadaran Kolektif untuk Wujudkan Azas dan Sistem Pancasila

Kompas.com - 27/09/2023, 11:21 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) AA Lanyalla Mahmud Mattalitti bersama jajaran mengunjungi Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir di Gedung PP Muhammadiyah, kawasan Salemba, Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Dalam silaturahmi tersebut, ia mengajak Muhammadiyah sebagai bagian dari komponen bangsa untuk membangun kesadaran kolektif bersama dalam mendorong terwujudnya konsensus nasional agar bangsa dan negara Indonesia kembali kepada sistem bernegara dengan azas dan sistem Pancasila.

"Maksud utama dari kedatangan kami hari ini, Selasa (26/9/2023), adalah untuk menyerahkan Naskah Akademik Proposal Kenegaraan DPD RI tentang penyempurnaan dan penguatan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa," kata Lanyalla dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (27/9/2023).

Ia berharap, pihaknya mendapat masukan dan dukungan dari Muhammadiyah, sebagai organisasi masyarakat yang telah terbukti memberikan sumbangsih cukup besar bagi lahirnya Indonesia dan pembangunan negara ini.

Baca juga: Jokowi Ancam Ciduk Kepala Desa jika Tak Ada Pembangunan di Desa

Menanggapi tujuan tersebut, Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mendukung Lanyalla dalam meneruskan gagasan agar bangsa dan negara Indonesia kembali kepada sistem bernegara dengan azas dan sistem Pancasila yang selama ini telah diinisiasi oleh DPD RI.

"Teruskan dan lanjutkan saja gagasan yang baik ini. Pakai saja saluran-saluran resmi untuk menyuarakannya," katanya.

Menurut Haedar, ada titik temu antara gagasan yang berbentuk proposal kenegaraan perbaikan sistem bernegara hasil telaah DPD RI dengan kajian-kajian yang dilakukan Muhammadiyah.

Ia mengaku bahwa pihaknya sudah mengkaji cukup lama soal bangsa Indonesia.

"Kami juga sudah mengkaji cukup lama soal bangsa ini, dan banyak titik temu yang mendasar antara kajian kami dan tinjauan dihasilkan DPD RI," ujar Haedar.

Baca juga: Soal Posisinya sebagai Caleg DPD, Calon Hakim MK Reny: Tak Dilarang Undang-undang

Pada 2007, lanjut dia, Muhammadiyah melakukan kajian yang dihimpun dalam buku "Revitalisasi dan Karakter Bangsa".

Kemudian pada 2014, kajian selanjutnya dituangkan dalam buku "Indonesia Berkemajuan: Rekonstruksi Kehidupan. Kebangsaan yang Bermakna".

"Terakhir kajian kami pada 2015, Muhammadiyah menghasilkan dokumen resmi negara Pancasila Darul Ahdi Wa Syahadah. Ijtihad kontemporer Muhammadiyah itu berangkat dari situasi terkini di tubuh bangsa Indonesia, sekaligus penegas identitas keislaman dan keindonesiaan," kata Haedar.

Bahkan ketika pihak lain menyebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), lanjut dia, mungkin hanya Muhammadiyah sebagai satu-satunya organisasi masyarakat (ormas) yang menyebut Indonesia negara Pancasila.

Baca juga: Guru Besar UI: Gen Z Tak Akan Lupa Nilai Pancasila lewat Perilakunya

Pancasila sebagai Darul Ahdi

Pada kesempatan tersebut, Haedar menjelaskan bahwa Pancasila sebagai Darul Ahdi atau berarti negeri yang bersepakat pada kemaslahatan.

Selain itu, kata dia, Pancasila juga sebagai Wa Syahadah yang berarti negeri kesaksian dan pembuktian bahwa umat harus berperan aktif dalam pemahaman, penghayatan, dan implementasi sehari-hari.

Halaman:


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com