Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabasarnas Tersangka, Sistem Pengadaan Digital Dinilai Bukan "Dewa"

Kompas.com - 28/07/2023, 10:54 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Digitalisasi sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah dinilai bukan satu-satunya strategi yang ampuh buat melakukan upaya pencegahan korupsi.

Sebab, berkaca dari kasus dugaan suap proyek pengadaan yang membelit Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi, ternyata sistem pengadaan secara elektronik yang dibuat pemerintah masih bisa dipermainkan melalui persekongkolan antara pejabat instansi dengan para perusahaan peserta sebelum proses lelang.

Menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, upaya memperkuat pencegahan korupsi sebaiknya dilakukan melalui pengawasan di kementerian/lembaga sampai pemerintah daerah.

"Pemerintah tidak perlu mendewakan pendekatan digitalisasi karena sistem digital itu dioperasikan manusia," kata Agus saat dihubungi pada Jumat (28/7/2023).

Baca juga: Puspom TNI Merasa Tidak Dilibatkan dalam Penetapan Tersangka Kepala Basarnas

Selain itu, penanaman nilai-nilai antikorupsi juga mesti digencarkan, karena upaya pencegahan tidak akan berjalan jika tak terbentuk sikap menjaga integritas di setiap diri penyelenggara negara atau aparatur sipil negara.

"Kalau manusianya tidak punya integritas maka sistemnya akan disiasati," ucap Agus.

Pernyataan Agus senada dengan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata terkait kasus itu.

KPK membongkar dugaan suap itu melalui operasi tangkap tangan terhadap Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Baca juga: Alasan KPK Koordinasi Puspom TNI Tangani Kasus Basarnas: Pas Kejadian Masih Aktif

Menurut Alexander, sistem pengadaan pemerintah secara digital guna mencegah rasuah ternyata tetap bisa diakali. Dan hal itu terungkap di dalam kasus yang menjerat Henri.

"Bagaimana bisa padahal sudah menggunakan e-procurement? Dan ternyata memang bisa. Jadi sistem apapun yang dibangun ketika itu dilakukan persekongkolan maka jebol juga," kata Alexander dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (26/7/2023) lalu.

Dalam kasus yang menjerat Henri dan Afri Budi Cahyanto, keduanya diduga mengakali sistem pengadaan barang dan jasa elektronik (e-procurement) dengan modus yang sebenarnya sudah kerap dilakukan.

Modus yang digunakan adalah bersekongkol dengan sejumlah perusahaan buat mengatur proses lelang dengan imbalan jatah komisi atau fee.

Cara itu sebenarnya kerap digunakan di masa lalu dan ternyata juga dipakai buat memanipulasi tender proyek pengadaan pemerintah yang dilakukan secara digital.

Baca juga: Kepala Basarnas Klaim Uang yang Diterima lewat Bawahannya untuk Keperluan Kantor


Pakar hukum pidana dan pemberantasan pencucian uang Yenti Ganarsih mengatakan, pemerintah tidak hanya bisa bergantung terhadap modernisasi sistem pengadaan barang dan jasa buat mencegah korupsi dalam proyek pengadaan pada lembaga atau instansi.

"Digitalisasi bukan segalanya. Mereka main di layer bawah (kongkalikong), sebelum masuk sistem. Jadi digitalisasi hanya formalnya saja," kata Yenti saat dihubungi pada Kamis (28/7/2023).

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com