JAKARTA, KOMPAS.com - Ketakutan bergelayut di benak Budiman Sudjatmiko. Saat itu, 11 Agustus 1996 malam, Budiman dan kawan-kawannya dibawa sejumlah orang tak dikenal yang tak berseragam dari sebuah rumah di Bekasi, Jawa Barat.
Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) tersebut tidak tahu akan dibawa ke mana. Matanya ditutup kain hitam dan tangannya diborgol. Ia dipaksa bertelanjang dada sambil ditodong pistol.
Batin Budiman, saat itu bisa saja menjadi malam terakhirnya hidup.
"Kami pikir, wah kalau ini ujungnya ke tepi pantai atau sebuah tempat yang enggak ada saksi, bisa saja itu malam terakhir kami dalam hidup," tutur Budiman dalam wawancara yang ditayangkan akun YouTube Harian Kompas.
Baca juga: Sosok Budiman Sudjatmiko, Aktivis Reformasi dan Politikus PDI-P yang Puja-puji Prabowo
Budiman dan sejumlah aktivis PRD lainnya ditangkap karena dituduh menjadi dalang kerusuhan di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996.
Kerusuhan yang belakangan disebut sebagai atau yang kini dikenal sebagai peristiwa Kudatuli itu dipicu oleh dualisme kepemimpinan di tubuh PDI, menghadapkan kubu pendukung Megawati Soekarnoputri dengan massa pendukung Soerjadi.
Menurut Budiman, kubu Soerjadi yang kala itu tak mengakui PDI kepemimpinan Megawati mendapat bekingan rezim Orde Baru. Mereka menyerbu kantor DPP PDI yang dikuasai oleh kubu Megawati.
Akibatnya, bentrok antara massa pendukung Megawati dan Soerjadi tak terhindarkan. Terjadi aksi lempar batu hingga pembakaran gedung dan alat transportasi yang meluas di kawasan sekitar Menteng.
"Rakyat yang tahu peristiwa itu (penyerbuan kantor PDI) marah, marahnya itu kemudian membeludak membakar Jakarta, bukan rasisme waktu itu, di situlah kami dituduh mendalangi itu," kata Budiman.
Budiman mengatakan, PRD dituding menjadi dalang kerusuhan karena ia dan kawan-kawan kerap menjadi bagian dalam mimbar bebas yang digelar di kantor PDI sebelum meletusnya kerusuhan.
Budiman dan kawan-kawannya yang ditangkap rupanya dibawa ke kompleks Badan Intelijen ABRI di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Budiman dikurung dalam sel dengan kasur yang penuh bercak darah kering.
Di tempat itu, Budiman diinterogasi selama berhari-hari. Tak jarang, interogasi berlangsung hingga lewat tengah malam.
"Mereka enggak pernah tanya saya melakukan apa, melakukan atau enggak, yang ditanya adalah isi manifesto itu (manifesto PRD), ya sesekali ditanya uang dari mana," ujar Budiman.
Baca juga: 2 Jam Pertemuan Prabowo-Budiman Sudjatmiko: Bicara Kecocokan hingga Manuver ke Gerindra
Oleh karena ditanya soal manifesto PRD, kata Budiman, sesi interogasi tak ubahnya menjadi debat antara ia dan interogator. Topiknya mulai dari ekonomi, sejarah, hingga politik.