JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Peneliti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat untuk kasus Pesantren Al Zaytun, Firdaus Syam mengatakan, temuan terbaru MUI menguatkan hasil penelitian sebelumnya pada 2002, yang menyebut pesantren Al Zaytun terafiliasi gerakan radikal Negara Islam Indonesia (NII).
Firdaus mengatakan, data terkait afiliasi tersebut sudah dikantongi oleh MUI untuk dijadikan dasar penentuan fatwa kedepannya.
"Ada kesimpulan terkait dengan NII (pada 2002). Nah penelitian sekarang ada kemajuan, ada terkait dengan pelanggaran terkait pemahaman keagamaan," ujar Firdaus saat ditemui di kediamannya di Jakarta Selatan, Rabu (28/6/2023).
Baca juga: Temuan MUI Terkait Al Zaytun: Ada Sesuatu yang Harus Jadi Perhatian Penegak Hukum
Firdaus mengatakan, temuan terkait afiliasi NII bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan Panji Gumilang yang didapat oleh MUI. Dia menyebut, ada kalimat-kalimat dari aspek kaidah yang menjurus pada gerakan NII.
"Ada dugaan kuat pernyataan dari Panji dari aspek kaidah keagamaan, itu patut diduga kuat ya (adalah ajaran NII)," kata dia.
Namun demikian, dia tidak menjelaskan secara rinci pernyataan apa yang dinilai sebagai bentuk afiliasi terhadap NII.
Firdaus mengatakan, MUI sudah mencoba mengklarifikasi temuan mereka kepada Panji Gumilang. Namun pihak Panji tidak bersedia menerima MUI.
"Sekarang kita minta klarifikasi, kita kirim surat, dan ditolak. Dua kali ditolak," imbuh Firdaus.
Baca juga: Ponpes Al-Zaytun, Disebut Terafiliasi NII tapi Tetap Beroperasi Selama 30 Tahun
Adapun terkait Al Zaytun afiliasi NII pernah diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ichsan Abdullah.
Dia menyebut Pondok Pesantren Al Zaytun terafiliasi gerakan NII. Kesimpulan ini sudah disampaikan MUI pada 21 tahun lalu dalam laporan hasil penelitian yang dilakukan pada 2002.
"Hasil penelitian MUI sudah jelas bahwa itu (Al Zaytun) terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII. Sudah sangat jelas," ujar Ichsan saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2023).
Ichsan mengatakan, afiliasi tersebut bisa dilihat dari pola rekrutmen yang dilakukan Al Zaytun dari segi penghimpunan dan penarikan dana yang dilakukan ke anggota dan masyarakat.
"Tidak terbantahkan, artinya penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia (Al Zaytun) adalah penyimpangan dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII," tutur dia.
Ichsan juga menilai, pemerintah wajib mengambil andil terkait penyimpangan paham kenegaraan Al Zaytun.
"Maka pemerintah dan MUI sangat ideal dalam rangka membenahi kembali Al Zaytun agar tidak lagi terpapar sebagai bibit radikal yang menjadi bom waktu bagi negara nanti," ujar Ichsan.