Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demoralisasi dan Degradasi KPK Dinilai Terjadi Setelah Revisi Undang-Undang

Kompas.com - 30/06/2023, 09:32 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Praktisi Hukum Todung Mulya Lubis menilai, demoralisasi dan degradasi di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjadi setelah adanya revisi Undang-Undang (UU) lembaga tersebut.

Diketahui, UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal itu disampaikan Todung Mulya Lubis menanggapi berbagai kasus yang terungkap dari internal lembaga antirasuah tersebut. Misalnya, pungutan liar (pungli) yang terjadi di rumah tahanan (rutan) hingga dugaan pelecehan terhadap istri tahanan.

"Saya melihatnya dalam picture yang lebih besar. Big picture-nya seperti apa? Big picture-nya KPK sekarang ini adalah picture yang beda sama sekali dengan KPK yang kita idealkan, yang kita bayangkan," kata Todung dalam acara Satu Meja Kompas TV, dikutip Kompas.com, Jumat (30/6/2023).

Baca juga: KPK Dinilai Alami Demoralisasi dan Degradasi Usai Berbagai Kasus di Internal Terkuak

"Ketika revisi Undang-undang KPK itu dilakukan, di sini lah pelemahan KPK itu menimbulkan juga demoralisasi dan degradasi pada tubuh KPK," kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia itu.

Menurut Todung, tindakan pegawai KPK yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi atau dugaan pelanggaran etik sesungguhnya juga dapat ditelisik dari perekrutan.

Apalagi, seluruh pegawai komisi antirasuah itu, saat ini berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang sudah seharusnya memiliki integritas yang mumpuni.

"Pegawai KPK ini kan bagian dari civil servant, ASN. Apakah rekrutmennya cukup profesional? Cukup telaten atau tidak? Sehingga output-nya menghasilkan orang-orang yang betul-betul punya integritas, punya profesionalitas," ujar Todung.

"Ini yang saya selalu ragukan, apalagi kita melihat pada zaman pimpinan KPK sekarang ada tes wawasan kebangsaan yang dipaksakan. Banyak orang-orang KPK yang menurut saya cukup bagus, punya kredibilitas, itu ketendang keluar dari KPK," katanya melanjutkan.

Baca juga: Anggota DPR Prihatin KPK yang Harusnya Berantas Korupsi tapi Malah Ada Pungli

Todung berpandangan, budaya profesionalitas dalam konteks mempertahankan integritas di internal KPK sudah tidak terbangun pasca adanya revisi Undang-undang KPK.

Pengamat antikorupsi ini mengatakan, terjadi fenomena yakni pegawai KPK hanya akan diisi oleh orang-orang yang disukai, tidak lagi berdasarkan integritas yang dimiliki.

"Ini fenomena yang menunjukkan bahwa di sana itu tidak dibangun satu budaya yang profesional, integritas, itu ada budaya like and dislike ya, mungkin juga ketidaksukaan dalam persepsi, dalam politik dan sebagainnya itu. Ini punya pengaruh, suka atau tidak suka," ujar Todung.

Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengungkapkan adanya kasus pungli di rutan KPK. Temuan dugaan tindak pidana ini terungkap saat lembaga itu memproses laporan dugaan pelanggaran etik pegawai yang diduga melakukan pelecehan terhadap istri tahanan.

Anggota Dewas KPK, Albertina Ho mengatakan, pihaknya telah mengungkap dugaan pungli itu dilakukan dengan setoran tunai.

“Semua itu menggunakan rekening pihak ketiga dan sebagainya,” kata Albertina Ho.

Baca juga: KPK Bakal Serahkan Kasus Pungli dan Pegawai Tilap Anggaran ke Penegak Hukum Lain Nantinya

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com