Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dinilai Alami Demoralisasi dan Degradasi Usai Berbagai Kasus di Internal Terkuak

Kompas.com - 30/06/2023, 08:25 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Praktisi Hukum Todung Mulya Lubis menilai, telah terjadi penurunan kualitas di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini disampaikan Todung menanggapi berbagai kasus yang terungkap di internal lembaga antirasuah tersebut. Misalnya, pungutan liar (pungli) yang terjadi di rumah tahanan (rutan) hingga dugaan pelecehan terhadap istri tahanan.

Meskipun demikian, Mulya meyakini rentetan peristiwa yang terungkap saat ini tidak serta-merta terjadi. Akan tetapi, dalam pandangannya, peristiwa di internal KPK terjadi lantaran adanya penurunan nilai di tubuh KPK.

"Saya sebagai pengamat KPK, dan terlibat dalam banyak pansel (panitia seleksi-pimpinan) KPK, saya baru sekali ini mendengar dan melihat betapa demoralisasi dalam tubuh KPK," kata Todung Mulya Lubis dalam acara Satu Meja Kompas TV, dikutip Kompas.com, Jumat (30/6/2023).

Baca juga: Ketika KPK Mulai Tindak Tegas Pegawai di Kasus Pungli, Suap hingga Pelecehan Istri Tahanan

"Demoralisasi dan degradasi KPK itu terjadi dalam bentuk yang sangat dahysat. Sebelumnya saya tidak melihat KPK terdegradasi seperti ini," ujar mantan Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia itu melanjutkan.

Ia pun menilai, rentetan peristiwa dugaan korupsi maupun pelanggaran etik di internal KPK terjadi karena adanya kerontokan integritas di tubuh lembaga antirasuah itu.

Padahal, menurut dia, KPK merupakan lembaga yang menjadi contoh dan rujukan sebagai institusi bersih dan berintegritas di dunia antikorupsi.

"Saya sendiri ketika menjadi Ketua Transparancy International, melihat KPK sebagai show case, sebagai model, dia adalah pulau integritas di mana tidak boleh ada korupsi, tidak boleh ada pelanggaran etika. Tapi, sekarang ini kita banyak sekali mendengar, kasus pelanggaran etika dan kasus pelanggaran korupsi terjadi dalam tubuh KPK," katanya.

"Ini menunjukkan bahwa KPK tidak bisa sebagai pulau integritas. Waktu saya menjadi pansel KPK saya katakan, persyaratan jadi pimpinan KPK adalah nomor satu integritas, nomor dua integritas, nomor tiga integritas, dan ini turunannya mesti ke bawah. Semua staf, semua pegawai KPK mesti punya integritas," ujar Todung.

Baca juga: KPK Bakal Serahkan Kasus Pungli dan Pegawai Tilap Anggaran ke Penegak Hukum Lain Nantinya

Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengungkapkan adanya kasus pungli di rutan KPK. Temuan dugaan tindak pidana ini terungkap saat lembaga itu memproses laporan dugaan pelanggaran etik petugas KPK terkait pelecehan terhadap istri salah satu tahanan.

Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, mengatakan, pihaknya telah mengungkap dugaan pungli itu dilakukan dengan setoran tunai.

“Semua itu menggunakan rekening pihak ketiga dan sebagainya,” kata Albertina Ho.

Menurut dia, nilai pungli di rutan KPK cukup fantastis, yakni Rp 4 miliar dalam satu tahun. Albertina Ho juga menyebut adanya kemungkinan jumlah uang pungli itu akan terus bertambah.

“Periodenya Desember 2021 sampai dengan Maret 2022 itu sejumlah Rp 4 miliar, jumlah sementara, mungkin akan berkembang lagi,” ujar Albertina Ho.

Baca juga: Ketika KPK Mulai Tindak Tegas Pegawai di Kasus Pungli, Suap hingga Pelecehan Istri Tahanan

Albertina mengatakan, pihaknya telah menyerahkan temuan tersebut kepada pimpinan KPK, Deputi Penindakan dan Eksekusi, hingga Direktur Penyelidikan. Sementara itu, Dewas tetap melanjutkan proses etik persoalan pungli di KPK.

“Kemudian, nanti bagaimana hasilnya (sidang etik) juga akan diberitahu secara transparan kepada rekan-rekan media,” kata Albertina Ho.

Terbaru, KPK mengungkap bahwa dugaan pungli tersebut mengarah pada suap hingga pemerasan. Akibatnya, 15 pegawai KPK dibebastugaskan.

Baca juga: Perbandingan Sanksi Pelanggaran di KPK: Dulu Berniat Selingkuh Dipecat, Kini Lecehkan Istri Tahanan Hanya Dipotong Gaji

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com