JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Maneger Nasution menganalogikan jumlah korban kekerasan seksual seperti gunung es di tengah laut.
Sebab, menurutnya, korban kekerasan seksual yang takut dan belum memiliki keberanian untuk melaporkan apa yang telah dialaminya, jauh lebih banyak dibandingkan yang berani melapor.
"Jadi, kalau yang lapor satu, sebetulnya ada 25 di belakang ini yang silent gitu," kata Nasution di seminar publik peringatan hari anti penyiksaan internasional yang disiarkan langsung oleh Komnas Perempuan pada Selasa, (27/6/2023).
Mirisnya, LPSK seringkali mendapatkan laporan dari korban kekerasan seksual yang diusir dari tempat tinggal keluarganya lantaran mengaku menjadi korban kekerasan seksual.
Baca juga: 6 dari 10 Laporan yang Diterima LPSK adalah Kasus Kekerasan Seksual
Selain ditelantarkan, kata Nasution, korban kekerasan seksual yang diusir oleh keluarganya juga tidak bisa melanjutkan sekolah atau kuliah karena keterbatasan biaya.
"Dan yang paling banyak sekarang ke sosialnya adalah bagaimana kemudian kelanjutan pendidikan anak-anak kita," ujarnya.
Sementara itu, Nasution juga menyebut enam sampai tujuh dari 10 kasus yang diterima LPSK merupakan kasus kekerasan seksual.
"Setiap Senin kita rapat, makanya kita sebut ya untuk memutuskan diterima atau tidak permohonannya. Kalau ada 10 permohonan hari ini, dari 10 permohonan itu, enam sampai tujuh itu kasus ini, kasus KS (kekerasan seksual)," katanya.
Baca juga: Permendikbud Kekerasan Seksual
Lebih lanjut, berdasarkan penuturan Nasution, LPSK saat ini lebih banyak mendapat permintaan pemulihan kondisi korban dibandingkan pemenuhan prosedural korban kekerasan seksual.
Pemulihan tersebut di antaranya pemulihan medis, sosial, dan psikologis.
"(Pemulihan) medis kita tahu ternyata tidak bisa cepat. Pemulihan secara medis itu memerlukan jangka panjang luar biasa, termasuk pemulihan psikologis juga luar biasa," ujarnya.
Begitu pula dengan pemulihan sosial bagi korban yang nyatanya merupakan hal yang paling banyak ditangani oleh LPSK dibandingkan pemulihan lainnya.
Baca juga: Usia Korban Kekerasan Seksual Termuda dan Tertua di Indonesia
Nasution mengatakan, pemulihan sosial memiliki tantangan tersendiri, yakni bagaimana menghapus stereotip pada gender. Apalagi, adanya ikatan kultural atau budaya yang erat dengan masyarakat Indonesia, membuat korban sulit melawan hukum.
"Termasuk juga beberapa kasus anak laki-laki yang mengalami kekerasan itu ketika mereka kemudian maju pada wilayah hukum kan tidak mudah, ada persoalan misalnya kultural," kata Nasution.
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dari Januari hingga Mei 2023, jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.645 kasus.
Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak menduduki peringkat pertama dengan 4.280 kasus. Kemudian, kekerasan fisik 3.152 kasus dan kekerasan psikis 3.053 kasus.
Baca juga: Kementerian PPPA Harap Aparat Pahami dan Gunakan UU TPKS untuk Kasus Kekerasan Seksual
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.