JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Penasihat Hukum & Advokasi Lukas Enembe (TPHALE) menyampaikan protes keras atau somasi atas pernyataan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri yang menyebut kliennya bersikap tidak kooperatif saat sidang perdana.
Protes keras ini dilayangkan setelah Ali Fikri mengatakan, sikap tidak kooperatif Lukas Enembe dapat menjadi pertimbangan dalam hal yang memberatkan tuntutan terhadap Gubernur nonaktif Papua tersebut.
“Tidak hanya menyatakan protes keras, TPHALE juga mengimbau secara khusus kepada Kepala Bagian Pemberitaan KPK untuk berhenti menggiring opini publik yang bersifat pembunuhan karakter kepada Lukas Enembe,” ujar Anggota TPHALE, Otto Cornelis (OC) Kaligis, Rabu (14/6/2023).
Baca juga: Keluarkan Rekomendasi, Komnas HAM Minta KPK Lanjutkan Perawatan Medis Lukas Enembe
OC Kaligis mengatakan, surat keberatan atas pernyataan Ali Fikri perihal sikap Lukas Enembe yang disebut tidak kooperatif itu telah dikirimkan ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dan ditujukan langsung kepada Kepala Bagian Pemberitaan KPK.
Surat keberatan dan protes ke Juru Bicara Kelembagaan KPK itu ditandatangani oleh TPHALE yang terdiri dari OC Kaligis, Petrus Bala Pattyona, Cyprus A Tatali, Purwaning M Yanuar, Anny Andriani, dan Fernandes Ratu.
Menurut OC Kaligis, pernyataan yang disampaikan Ali Fikri itu dimuat di hampir semua media dan dibaca oleh masyarakat.
Padahal, kata OC Kaligis, selama jalannya persidangan perdana, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak pernah menuduh Lukas Enembe bersikap tidak kooperatif.
“Penggiringan opini terhadap Lukas Enembe sudah Saudara (KPK) lakukan sejak Lukas Enembe menjadi tersangka, mendahului sidang perkara Lukas Enembe dinyatakan terbuka untuk umum, dan karenanya menjadi milik umum,” kata OC Kaligis.
Pengacara senior ini berpandangan, berita-berita yang membunuh karakter Lukas Enembe telah berulang kali disampaikan oleh pihak KPK.
Misalnya, soal kerugian negara yang dilakukan Lukas Enembe sangat besar.
Padahal, kata OC Kaligis, yang dituduhkan kepada Lukas Enembe adalah suap atau gratifikasi, atau bukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan APBD.
Apalagi, ia mengeklaim, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Papua meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 8 (delapan) tahun berturut-turut.
“Hasil pemeriksaan BPK dengan hasil WTP tersebut, sengaja Saudara (KPK) kesampingkan dan ditutup-tutupi,” kata OC Kaligis.
Baca juga: KPK Ingatkan Lukas Enembe, Bersikap Tak Kooperatif Bisa Jadi Pertimbangan Memberatkan
Penggiringan opini ini juga disebut telah disampaikan KPK sejak penangkapan Lukas Enembe, misalnya, soal pembelian senjata untuk KKB yang dilakukan seorang pilot di Filipina, atau tentang kegiatan berjudi di Singapura dengan menghabiskan dana sebesar Rp 500 juta.
Padahal, tuduhan-tuduhan tersebut, tidak pernah terungkap dalam proses penyidikan apalagi masuk sebagai materi surat dakwaan.