Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Asrizal Nilardin
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia, Ketua Umum Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia

Keadaban Politik dan Paranoid Kekuasaan

Kompas.com - 19/05/2023, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DISKURSUS islam dan politik bagi kalangan generasi 80-an ke bawah telah usang untuk dikilas balik. Pasalnya, perdebatan itu telah dianggap final menyusul kian merosotnya populisme Islam dalam langgam politik kini.

Kekuatan politik Islam menghadapi pelbagai serangan dan anomali yang berujung penggiringan pemahaman dari politik Islam ke arah politisasi Islam.

Tak jarang, politik Islam menghadapi resistensi dan kecurigaan akan bangkitnya sistem politik yang radikal, intoleran serta ekstremis.

Populisme Islam di Indonesia menghadapi keadaan dilematis. Satu sisi dimusuhi, di lain sisi atribut dan simbol yang menyertainya direkognisi ke dalam pribadi elite politik menjelang musim pemilu.

Tak jarang dijumpai baliho-baliho berukuran jumbo dilengkapi peci hitam atau kerudung -tiap bulan Ramadhan- sebagai personifikasi nuansa Islami. Jargon khas nan lazim tentu tak boleh terlupakan, "nasionalis-religius".

Keadaban Politik

Tak heran Jusuf Kalla pernah berkelakar, politisi kita kalau menjelang pemilu, yang pertama didatangi adalah kiai di pondok-pondok pesantren. Tujuan utamanya satu, mengirim sinyal komunikasi politik kepada pemilih umat.

Secara ideal, sowan ke kiai merupakan adab politik ke-Indonesiaan. Karena betapun politisi tidak memahami nilai-nilai atau ajaran ke-Islaman secara kafah, meminta doa atau dukungan dari kiai menjadi ukuran kepantasan dalam perjuangan politik.

Terlepas dari niatan pragmatis, fenomena lazim di atas menggambarkan betapa spirit ke-Tuhanan menjadi tolok ukur kokohnya fondasi politik.

Kepentingan elektoral telah secara simultan berkelindan dengan spirit spritualitas. Keduanya tak bisa dipisahkan, baik buruknya tergantung hubungan tarik menarik antarkeduanya.

Pada banyak kasus, jika ambisi elektoralnya mendominasi atau memonopoli, maka spirit spritualitasnya akan mudah terkeropos hingga menjerumuskan pada kubangan politik hitam.

Sebaliknya, jika spirit spritualitasnya tinggi hingga menjadi pengendali atau tameng, maka menang-kalah hanyalah proses pendalaman spritual.

Politisi yang sampai pada level itu akan menjadikan kemenangan sebagai cobaan atau ujian, dan kekalahan sebagai kenikmatan dan keselamatan. Namun tentu saja harapan itu terlampau utopis dalam realitas politik kita dewasa ini.

Keadaban politik justru dilacuri oleh siasat politik ala gladiator, bak bertarung hidup dan mati di dalam langgam politik.

Langgam politik yang mulia telah bergeser menjadi medan perang kematian. Karena kekalahan tidak saja kehilangan status quo, namun juga kehilangan legacy dan akan mengalami aneksasi hingga pengasingan dari langgam politik.

Dengan alasan apapun, politisasi Islam atau upaya melakukan kapitalisasi terhadap agama tertentu tidak bisa dibenarkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com