JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengaku belum menerima draf revisi Undang-undang Penyiaran yang menjadi kontroversi.
Dia mengaku telah mendapatkan salinan, namun salinan itu diperoleh bukan secara resmi dari DPR, melainkan yang beredar banyak di dunia maya.
"Saat ini pemerintah belum menerima secara resmi draf revisi uu penyiaran yang diributkan saat ini. Jadi kalaupun kami dapat, kami juga (berpikir) oh ini bener atau tidak statusnya? Jadi secara resmi kami belum menerima," katanya dalam acara Satu Meja di Kompas TV, Kamis (23/5/2024).
Baca juga: Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers
Budi mengaku, komunikasi dengan Komisi I DPR-RI, revisi UU Penyiaran dalam tahap draf dan belum masuk dalam tahap diskusi antara DPR dan pemerintah.
Namun karena draf resmi belum diterima, Budi enggan mengomentari lebih dalam terkait isu pengekangan pers dalam draf RUU Penyiaran tersebut.
"Kami sudah membaca semuanya, cuma posisinya itu barang resmi atau enggak. Kita ini posisinya belum menerima secara resmi, ini barang resmi bukan. Kan riskan kita mengomentari sesuatu yang belum resmi kami terima," katanya.
Baca juga: Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia
Dia hanya menegaskan, pemerintah dalam posisi memastikan pasal-pasal dalam RUU Penyiaran tidak mengekang kebebasan pers dan mewujudkan jurnalisme yang berkualitas.
Dalam acara yang sama, Ketua Baleg DPR-RI Supratman Andi Agtas menjelaskan draf tersebut merupakan draf asli namun memang benar belum dikirim secara resmi ke pemerintah.
Karena draf RUU Penyiaran yang ada saat ini masih terus didiskusikan di internal DPR sebelum dikirim ke pemerintah.
"Resmi juga, cuman belum menjadi draf usulan resmi DPR, karena setelah dari Baleg baru diparipurnakan, setelah diparipurnakan baru dikirim ke pemerintah," katanya.
Baca juga: Kritik RUU Penyiaran, Usman Hamid: Negara Harusnya Jamin Pers yang Independen
Sebagai informasi, draf RUU Penyiaran menjadi kontroversi lantaran memuat pasal yang melarang penyiaran jurnalisme investigasi.
Selain itu, terdapat pasal yang mengalihkan sengketa jurnalistik dari Dewan Pers kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.