Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didorong Tetap Proses Hukum 12 Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 04/05/2023, 17:55 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf tetap berharap proses yudisial dalam penyelesaian 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tetap dilakukan, walaupun pemerintah menyatakan memprioritaskan jalur non yudisial dan mengakui tetapi tidak akan menyampaikan permintaan maaf.

"Jika pemerintah memang tidak bermaksud menutup ruang yudisial, proses yudisial harus tetap didorong oleh pemerintah," kata Al Araf dalam keterangannya pada Kamis (4/5/2023).

Al Araf mengatakan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu harus dimulai dari pengungkapan kebenaran, kemudian dilanjutkan dengan pengakuan dan permintaan maaf dari negara, lalu diteruskan dengan upaya rehabilitasi korban dan jangan menutup proses yudisial.

"Pemenuhan hak-hak korban dan penghukuman terhadap pelaku merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pemerintah," ucap Al Araf.

Baca juga: Mahfud: Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Ada 12, Tidak Bisa Ditambah

Al Araf mencontohkan, dari 12 kasus pelanggaran HAM yang telah diakui oleh pemerintah, kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998 bisa didorong untuk masuk ke proses yudisial.

"Hal ini untuk membuktikan bahwa upaya yang dijalankan saat ini oleh pemerintah memang tidak bertujuan untuk menutup ruang yudisial," ujar Al Araf.

Di sisi lain, Al Araf mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal negara tidak akan menyampaikan permintaan maaf terkait 12 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Menurut Al Araf, pernyataan Mahfud MD menunjukan sisi parsialitas dan sikap setengah hati pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Baca juga: Mahfud Tegaskan Pemerintah Tak Akan Minta Maaf Atas Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

"Dengan tidak adanya permintaan maaf sama saja pemerintah tidak mengakui bahwa kasus kasus tersebut bukan sebagai sebuah kesalahan politik yang harus dikoreksi," kata Al Araf.

Menurut Mahfud, pemerintah tidak meminta maaf atas 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu berdasarkan rekomendasi penyelesaian non yudisial.

"Di dalam rekomendasi penyelesaian non yudisial itu tidak ada permintaan maaf dari pemerintah kepada masyarakat karena peristiwa itu. Tetapi pemerintah menyatakan mengakui bahwa peristiwa itu memang terjadi dan pemerintah menyesali terjadinya peristiwa itu," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/4/2023).

"Jadi tidak ada permintaan maaf dan tidak ada perubahan status hukum terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu. Yaitu misalnya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tetap itu berlaku sebagai ketetapan yang tidak dapat diubah," tegasnya.

Baca juga: Mahfud MD: Kami Tak Cari Pelaku Kasus Pelanggaran HAM Berat

Selain itu, peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah diputuskan oleh pengadilan juga tetap berlaku. Sehingga, lanjut Mahfud, pemerintah fokus kepada korban pelanggaran HAM berat masa lalu untuk 12 peristiwa.

"Dan peristiwa itu tentu tidak bisa ditambah oleh pemerintah karena menurut undang-undang (UU) menentukan pelanggaran HAM berat atau bukan itu adalah Komnas HAM," ungkapnya.

"Dan Komnas HAM merekomendasikan 12 yang terjadi sejak puluhan tahun yang lalu. Nah saya ingin masyarakat paham perbedaan antara pelanggaran HAM berat dan kejahatan berat," katanya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Nasional
TNI AL Latihan Pendaratan Amfibi di Papua Barat, Libatkan 4 Kapal Perang

TNI AL Latihan Pendaratan Amfibi di Papua Barat, Libatkan 4 Kapal Perang

Nasional
Tengah Fokus Urus Pilkada, Cak Imin Bilang Jatim Bakal Ada Kejutan

Tengah Fokus Urus Pilkada, Cak Imin Bilang Jatim Bakal Ada Kejutan

Nasional
Targetkan Sertifikasi 126 Juta Bidang Tanah, Jokowi: Presiden Baru Tinggal Urus Sisanya, Paling 3-6 Juta

Targetkan Sertifikasi 126 Juta Bidang Tanah, Jokowi: Presiden Baru Tinggal Urus Sisanya, Paling 3-6 Juta

Nasional
BNPT Apresiasi 18 Pengelola Objek Vital Strategis dan Transportasi

BNPT Apresiasi 18 Pengelola Objek Vital Strategis dan Transportasi

Nasional
Kemenpan-RB Harapkan Pendaftaran CASN Segera Dibuka, Instansi Diminta Kebut Isi Rincian Formasi

Kemenpan-RB Harapkan Pendaftaran CASN Segera Dibuka, Instansi Diminta Kebut Isi Rincian Formasi

Nasional
Pimpinan MPR Minta Pemerintah Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pimpinan MPR Minta Pemerintah Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Penyidik KPK Bawa 3 Koper dan 1 Ransel Usai Geledah Ruangan Kesetjenan DPR

Penyidik KPK Bawa 3 Koper dan 1 Ransel Usai Geledah Ruangan Kesetjenan DPR

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com