JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ramlan Surbakti menilai, KPU telah melanggar etika sekaligus tidak menaruh hormat terhadap hukum karena enggan menata ulang daerah pemilihan (dapil) DPR RI dan DPRD provinsi.
Ramlan yang sebelumnya dilibatkan KPU RI sebagai tim pakar untuk mengkaji penyusunan dan penataan ulang dapil selepas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XX/2022 itu menganggap tak perlu tafsir-tafsir tertentu untuk melihat pembangkangan tersebut.
"Ini (keengganan menata ulang dapil) harus diadukan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), karena tidak menghormati hukum, tidak melaksanakan hukum, terang-terangan tidak perlu pakai interpretasi," ujar guru besar ilmu politik Universitas Airlangga itu dalam diskusi virtual yang dihelat Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Selasa (7/2/2023) bertajuk "Jelang Sidang Kecurangan Pemilu: DKPP Harus Tindak Penyelenggara Bermasalah".
"Saya melihat ada pasal dalam UU Pemilu yang tidak dilaksanakan ketika KPU menetapkan alokasi kursi dan dapil DPR serta DPRD provinsi," kata dia.
Baca juga: KPU Dinilai Tebang Pilih Pertimbangan Hukum MK untuk Cari Pembenaran Copas Dapil
Beberapa pasal itu di antaranya Pasal 185 UU Pemilu soal pentingnya kesetaraan nilai suara dalam penyusunan dapil dan Pasal 187 Ayat (4) soal penentuan dapil yang seharusnya mengacu pada perkembangan terkini.
"Ini suatu pelanggaran kode etik. Tidak respek kepada hukum. Pertama, tidak melaksanakan putusan MK. Kedua, tidak melaksanakan ketentuan pasal UU Pemilu," ujar dia.
Ramlan menuding KPU RI ditekan oleh partai politik dan lebih takut terhadap kekuatan politik ketimbang dasar hukum.
"Kalau KPU sudah begini, dugaan saya terbukti benar, maka saya kira indeks demokrasi pemilu akan anjlok turun itu," ujar dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi lewat putusan nomor 80/PUU-XX/2022 sudah menyinggung aneka masalah dari dapil DPR RI dan DPRD provinsi yang disusun DPR dalam Lampiran III dan IV UU Pemilu.
MK kemudian menyerahkan wewenang kepada KPU untuk menata ulang dapil itu melalui peraturan KPU (PKPU), tak lagi lewat DPR supaya penataan dapil lebih independen dan bebas konflik kepentingan dari partai-partai politik penghuni Senayan yang merupakan peserta pemilu.
Baca juga: Perludem Sebut Dapil Tak Ditata Ulang Berpotensi Lahirkan Sengketa Peserta Pemilu 2024
Sadar tak lagi punya kewenangan, partai-partai politik kompak satu suara menentang rencana KPU RI untuk menyusun dan menara ulang komposisi serta alokasi kursi dapil DPR RI dan DPRD provinsi, sekalipun itu merupakan amanat MK.
Pada akhirnya, pada 11 Januari 2023, melalui forum Rapat Kerja, intervensi itu berbuah kesepakatan rapat antara Komisi II DPR RI dan KPU RI.
Isinya, lembaga penyelenggara pemilu itu setuju tak mengganggu gugat ketentuan dapil di Lampiran III dan IV UU Pemilu sekalipun KPU kini berwenang melakukannya berbekal putusan MK.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, berdalih bahwa tidak ditata ulangnya dapil DPRD provinsi dan DPR RI untuk Pemilu 2024 tak terlepas dari pertimbangan hukum dalam putusan MK di atas, tepatnya pertimbangan hukum nomor 3.15.4.
Menurut dia, MK hanya memerintahkan KPU untuk mengeluarkan ketentuan dapil dan alokasi kursi dari UU Pemilu ke PKPU.