Ia juga berdalih bahwa tak berubahnya dapil ini selaras dengan salah satu prinsip penyusunan dapil dalam UU Pemilu, yaitu berkesinambungan.
"Khususnya pada kalimat yang terdapat dalam baris ke-6 sampai ke-8 yang berbunyi: 'Langkah yang mesti dilakukan adalah mengeluarkan rincian pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi dari lampiran UU 7/2017 dan menyerahkan penetapannya kepada KPU melalui Peraturan KPU'," ujar Idham kepada Kompas.com, kemarin.
Baca juga: KPU Pastikan Alokasi Kursi Dapil DPR Tak Berubah dari 2019
Akan tetapi, KPU dinilai tebang pilih dalam menggunakan pertimbangan hukum MK sebagai justifikasi untuk tidak menata ulang komposisi dan alokasi kursi dapil DPR RI dan DPRD provinsi karena telah diintervensi kekuatan politik.
Dalam pertimbangannya, MK mengaitkan putusannya dengan isu ketidakpastian hukum yang muncul akibat ketidaksinkronan prinsip penyusunan dapil dan susunan dapil yang dihasilkan dalam UU Pemilu. Hal ini ditekankan MK pada pertimbangan hukum nomor 3.15.3.
Ketidakpastian ini muncul bukan karena komposisi dapil di Lampiran III dan IV UU Pemilu tidak sejalan dengan prinsip-prinsip penyusunan dapil yang diatur dalam beleid yang sama, tetapi juga dikuncinya dapil itu dalam lampiran undang-undang membuatnya tidak adaptif terhadap fluktuasi jumlah penduduk wilayah daerah administratif melalui kebijakan pemekaran wilayah.
Selanjutnya, dalam pertimbangan hukum nomor 3.15.31, MK menegaskan bahwa penyusunan dapil harus dilakukan oleh KPU, merujuk Pasal 167 ayat (4) UU Pemilu, bukan oleh DPR.
Alasan dari pertimbangan itu diulas MK pada pertimbangan nomor 3.15.5, bahwa penyusunan dapil perlu ditetapkan secara independen guna mengantisipasi adanya kepentingan politis di balik penyusunan dapil dan penetapan alokasi kursi.
Baca juga: MK Tegur DPR karena Intervensi KPU soal Putusan Dapil Pemilu 2024
Sederet pertimbangan legal-formal ini dinilai juga perlu diperhatikan KPU.
Secara substansial, MK juga menyinggung bahwa dapil versi Lampiran III dan IV UU Pemilu bermasalah, seperti dapil-dapil yang tidak integral hingga kelebihan atau kekurangan alokasi kursi di parlemen.
Sehingga diperlukan evaluasi penyusunan dapil dari segi substansial, bukan hanya legal-formal dengan "meng-copy paste" ketentuan dapil dari lampiran undang-undang ke PKPU.
"Pertimbangan-pertimbangan itu menyambung ke alasan MK menyatakan dalam putusannya bahwa Lampiran III dan IV itu tidak memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga (perintahnya) tidak serta-merta lampiran itu dipindahkan ke PKPU dan lampiran itu sudah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena masalah-masalah tadi," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, berujar kepada Kompas.com, Selasa (7/2/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.