Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Soroti Berkurangnya Hukuman Bagi Pelaku Pelanggaran HAM Berat di RKUHP

Kompas.com - 05/12/2022, 19:00 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pasal dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai masih bermasalah.

Ketua Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rizaldi menyoroti pasal yang mengatur ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana Hak Asasi Manusia (HAM) berat dalam RKUHP.

Misalnya, kejahatan genosida di UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dipidana penjara paling singkat 10 tahun, tetapi di Pasal 598 dan 599 RKUHP diatur menjadi 5 tahun.

"Ancaman hukuman tindak pidana yang berat terhadap HAM dalam RKUHP lebih ringan dibanding ancaman hukuman pelanggaran HAM berat dalam UU Pengadilan HAM," kata Andi kepada Kompas.com, Senin (5/12/2022).

Baca juga: RKUHP Disahkan Besok, Menkumham: Malu Kita Pakai Hukum Belanda

Andi menilai, RKUHP telah mendegradasi kekhususan dari tindak pidana berat terhadap HAM.

Pelanggaran HAM berat, jelas Andi, dalam RKUHP dikenal sebagai tindak pidana yang berat terhadap HAM. Padahal, aturan serupa juga sudah dimuat dalm UU Pengadilan HAM.

Pelanggaran HAM berat dinilai perlu memiliki kekhususan karena tingkat keparahan yang ditimbulkannya.

"Oleh karena pelanggaran HAM berat juga memerlukan cara penanganan yang khusus, dan diatur secara khusus dalam suatu payung hukum tersendiri," jelasnya.

Berkaca hal tersebut, Kontras menilai bahwa diaturnya tindak pidana yang berat terhadap HAM dalam RKUHP justru akan menghilangkan kekhususan itu sendiri.

Baca juga: RKUHP Disahkan Besok, Menkumham: Daripada Pakai KUHP Belanda yang Sudah Ortodoks

Menurut dia, adanya tumpang tindih aturan itu mempersulit penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Di sisi lain, Kontras juga menilai pengaturan mengenai tindak pidana yang berat terhadap HAM dirumuskan tidak sesuai dengan standar internasional seperti Statuta Roma.

Statuta Roma sebagai dasar Mahkamah Pidana Internasional mengatur empat jenis kejahatan yaitu genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi.

"Sementara RKUHP hanya mengatur dua jenis tindak pidana yaitu genosida dan tindak pidana terhadap kemanusiaan," tutur Andi.

Hal penting lain yang menjadi catatan Kontras adalah tidak dimasukkannya pengaturan mengenai tanggung jawab komando dalam materi muatan RKUHP.

Baca juga: Hendak Disahkan, RKUHP Dinilai Masih Bermasalah

Sebelumnya, jelas Andi, pengaturan itu telah dimuat dalam UU Pengadilan HAM.

"Pengaturan mengenai tanggung jawab komando menjadi krusial bagi upaya untuk menjerat komandan yang seringkali tak terjamah dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," ujarnya.

Andi menilai, nihilnya materi muatan mengenai tanggung jawab komando, secara khusus akan menyulitkan upaya menghadirkan keadilan substansial dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pelanggaran HAM berat.

Terakhir, Andi juga menyoroti pasal penghinaan presiden dalam RKUHP.

Menurut dia, pasal ini adalah pasal anti-kritik karena masyarakat yang mengkritik presiden dapat dituduh menghina dan berujung pada pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com