Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Zaman (Semakin) Edan: Dari Ismail Bolong hingga "Bolongnya" Dana Komando

Kompas.com - 09/11/2022, 06:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Sekarang zamannya zaman gila. Kalau enggak gila enggak dapat bagian. Seberuntung-beruntungnya orang yang gila itu, masih lebih beruntung orang yang ingat dan waspada."

RAMALAN pujangga ternama Keraton Solo, Raden Ngabehi Rangga Warsita alias Ronggowarsito ini, demikian bernas hingga kini.

Penerawangan cucu buyut Yasadipura yang juga pujangga utama Keraton Solo itu, kerap disetarakan dengan Raja Kediri Jayabaya dalam urusan menilik “masa depan”.

Saya begitu yakin, Ronggowarsito ketika itu tidak pernah terpikirkan ada orang beli pesawat helikopter “apkiran”, tetapi dijual mahal karena disebutnya barang baru. Atau ada polisi saling setor “fulus” ke polisi lainnya agar usaha penambangan barubara berjalan mulus tanpa rintangan.

Padahal Ronngowarsito, wafat pada 24 Desember 1873 pada usia sepuh 71 tahun.

Seabad silam, Ronggowarsito sudah menuliskan ramalan zaman edan dalam Serat Kalathida. Dari 12 bait tembang macapat Sinom, keturunan langsung Pangeran Wijil dari lingkungan ulama Kadilangu Demak, Bintara tersebut menarasikan keedanan-keedanan yang lain.

Zaman edan yang disebut Ronggowarsito karena kutukan zaman, terjadi karena keserahan bin rakus dari orang-orang yang tamak.

Baca juga: IPW Duga Ismail Bolong Dapat Tekanan Saat Cabut Pengakuan Soal Setoran ke Kabareskrim

"Hidup di zaman edan gelap jiwa bingung pikiran, turut edan hati tak tahan. Jika tak turut batin merana dan penasaran, tertindas dan kelaparan. Janji Tuhan sudah pasti, seuntung apapun orang yang lupa daratan lebih selamat orang yang menjaga kesadaran".

Entah saya tidak mengetahui pasti apakah mantan polisi yang bernama Ismail Bolong pernah membaca serat yang ditulis Ronggowarsito ini atau belum.

Demikian juga dengan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway. Saya perkirakan dia pun tidak meminati ramalan Ronggowarsito.

Dalam dua pekan terakhir, jagat “kebobrokan” polisi ikut bermain tambang ilegal makin terkuak seiring terbongkarnya permainan penjualan barang bukti narkoba yang diduga melibatkan bekas Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa serta kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua oleh bekas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Publik semakin “berani” membuka dan membongkar aib aparat, apalagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah bertekad membersihkan institusinya.

Jika ada ada ekor ikan yang busuk, kepala ikan harus dipotong. Itulah komitmen pimpinan Polri untuk memperbaiki citra diri Polri yang “terjun bebas” karena rentetan kasus-kasus memalukan yang dilakukan personel Polri.

Pengakuan bekas Aiptu Ismail Bolong yang pernah bertugas di Polresta Samarinda, Kalimantan Timur menjadi negasi penguat bahwa telah lama aparat ikut “bermain “ dengan “membackingi” kegiatan pertambangan ilegal.

Sebagai pengepul batubara dari konsesi tanpa izin di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Ismail Bolong mengaku telah tiga kali setor dana ke petinggi Polri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com