JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, pembatasan uang kartal penting untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sebab, menurut dia, transaksi tunai yang tidak dibatasi lebih berisiko memunculkan TPPU.
Hal ini Ivan sampaikan merespons keberatan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto terhadap Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK).
"Jadi ini bicaranya terkait dengan penegakan hukum, tindak pidana pencucian uang, bahkan pendanaan terorisme," kata Ivan dalam rapat kerja PPATK bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (5/4/2022).
Baca juga: PPATK Nilai RUU Uang Kartal dan Perampasan Aset Efektif Perangi Kejahatan Ekonomi
Ivan membantah bahwa usulan RUU PTUK merupakan kepentingan PPATK semata.
Dia mengatakan, jika kelak RUU PTUK disahkan, bukan berarti transaksi uang kartal dibatasi sepenuhnya.
Melalui UU tersebut, transaksi uang kartal dibatasi hingga angka tertentu. Sedangkan sisa transaksi dapat dilakukan melalui transfer perbankan.
"Bisa saja berapa pun jumlah transaksi yang dilakukan, hanya apabila itu terkait dengan uang kas, uang kasnya cukup Rp 100 juta yang bisa dilakukan, selebihnya menggunakan transfer perbankan dan segala macam," ujar dia.
Selain RUU PTUK, dalam rapat dengan Komisi III DPR Ivan juga kembali mendorong agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana segera dibahas.
Baca juga: DPR Keberatan Proses RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Ketua Komisi III: Menyulitkan Hidup Kami
Ia menyebutkan, RUU Perampasan Aset diperlukan untuk mengisi kekosongan hukum dalam penyelamatan aset.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.