Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Satria Aji Imawan
Pengajar

Satria Aji Imawan (Aji) adalah ahli Administrasi Publik/Manajemen dan Kebijakan Publik. Aji meraih gelar Sarjana Ilmu Politik di bidang Administrasi Negara dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 2013. Aji juga menyelesaikan Master of Public Administration di University of Exeter (Britania Raya) pada tahun 2017. Aji aktif sebagai Pengajar dan Manajer Peneliti di Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (MDKIK SPs UGM). Aji juga aktif sebagai kolumnis, narasumber, dan pembicara di berbagai media dan acara.

Tinjauan Penerapan UU Perlindungan Data Pribadi

Kompas.com - 27/09/2022, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGESAHAN Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang terjadi beberapa hari lalu bak menjadi pisau bermata dua.

Pada satu sisi, pasal-pasal yang ada di dalam regulasi menjadi angin segar bagi publik yang resah dengan pencurian hingga penjualan data pribadi kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Namun di sisi lain, upaya sosialisasi mengenai UU ini perlu dilakukan secara masif.

Hal ini terlihat dari data yang dilansir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada survei tahun 2021 yang memperlihatkan bahwa hanya 48,8 persen dari 11.305 responden yang mengetahui tentang UU PDP.

Melihat hal ini, apa yang dapat dilakukan pemerintah agar UU PDP menjadi langkah serentak bangsa di dalam menanggulangi kebocoran data pribadi?

Pemerintah harus paham bahwa kebocoran data pribadi sudah jauh terjadi sebelum regulasi ini disahkan oleh DPR-RI.

Dalam beberapa kasus, kejahatan bersumber pada kebocoran data Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pintu masuk di dalam mengakses beberapa layanan publik.

Pintu masuk ini didukung oleh pembangunan aplikasi-aplikasi pemerintah yang mayoritas meminta NIK di dalam mengakses layanan publik.

Problem ini yang kemudian menjadikan keamanan data NIK dan akses internet masyarakat dapat dibobol oleh hacker seperti Bjorka.

Persoalan ini kemudian ditanggapi oleh para pengambil kebijakan dengan statement bahwa masyarakat harus melindungi data pribadi secara mandiri dengan melakukan perubahan one-time password secara berkala.

Fakta-fakta ini memperlihatkan besarnya gap kebijakan UU PDP pada ranah pelaksanaan, bukan pada wilayah perumusan regulasi. Sehingga, seharusnya ada penerjemahan yang lebih nyata atas UU PDP. Lalu, bagaimana hal itu diwujudkan?

Pengawalan sosial

Perlu diketahui bahwa regulasi hanyalah kerangka awal dari implementasi kebijakan publik. Langkah selanjutnya dari implementasi kebijakan adalah bagaimana sebuah aturan diletakkan pada sebuah konteks seperti di mana dia diterapkan dan karakter masyarakat seperti apa yang dibawanya.

Dalam hal ini, penerapan UU PDP tentu berbeda dengan daerah-daerah yang sudah menerapkan konsep smart city dengan daerah yang internet saja masih kesulitan. Artinya, pekerjaan rumah pemerintah belum selesai dengan hanya dirumuskannya UU PDP.

Pemerintah harus mampu membumikan UU PDP agar dipahami masyarakat. Sebagai contoh, kita sudah memiliki aturan mengenai korupsi, namun nyatanya masih banyak yang melanggar.

Hal ini bisa jadi tidak hanya karena persoalan cacat moral, namun juga kealpaan dalam memahami regulasi korupsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Akan Cek dan Mitigasi Dugaan Data INAFIS Diperjualbelikan di 'Dark Web'

Polri Akan Cek dan Mitigasi Dugaan Data INAFIS Diperjualbelikan di "Dark Web"

Nasional
Ingin Duetkan Kaesang dengan Zita Anjani, PAN: Sudah Komunikasi

Ingin Duetkan Kaesang dengan Zita Anjani, PAN: Sudah Komunikasi

Nasional
Ada Tiga Anak Yusril, Ini Susunan Lengkap Kepengurusan Baru PBB

Ada Tiga Anak Yusril, Ini Susunan Lengkap Kepengurusan Baru PBB

Nasional
Polri Usut Dugaan Pidana Terkait Serangan 'Ransomware' di PDN

Polri Usut Dugaan Pidana Terkait Serangan "Ransomware" di PDN

Nasional
Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Nasional
Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Nasional
SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

Nasional
Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Nasional
Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Nasional
Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Nasional
MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

Nasional
Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Nasional
MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

Nasional
Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com