Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Poin-poin Perubahan RKUHP yang Segera Dilanjutkan: Dari Penghinaan Presiden hingga Aborsi

Kompas.com - 27/05/2022, 07:58 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR akan segera melanjutkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sempat terhenti pada 2019 lalu.

Saat itu, RKUHP sudah disetujui di tingkat pertama dan siap disahkan di rapat paripurna, namun ditunda karena masifnya penolakan dari masyarakat.

Selama kurun waktu dua tahun, pemerintah telah melakukan sosialisasi RKUHP dan melakukan perbaikan pada sejumlah isu krusial yang sempat menuai protes dari masyarakat.

Pada Rabu (25/5/2022) kemarin, pemerintah yang diwakili Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mempresentasikan hasil sosialisasi dan poin-poin perubahan dalam draf RKUHP yang diusulkan oleh pemerintah.

Apa saja poin-poin tersebut?

Pasal Penghinaan Presiden jadi Delik Aduan

Pemerintah mengusulkan agar ketentuan tindak pidana penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden pada Pasal 218 Ayat (1) RKUHP bersifat delik aduan dengan ancaman hukuman maksimal 3,5 tahun penjara.

"Terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, jadi kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik yang bersifat tadinya delik biasa menjadi delik aduan," kata Eddy, sapaan akrab Edward.

Baca juga: RUU KUHP Masih Atur Hukuman Mati, Koalisi Masyarakat Sipil: Seharusnya Tidak Boleh Ada

Eddy mengatakan, pemerintah tak ingin membangkitkan kembali pasal penghinaan presiden yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006.

Eddy menerangkan, pasal yang ada di RKUHP berbeda dengan pasal yang dicabut oleh MK.

"Jadi sama sekali kami tidak membangkitkan pasal yang sudah dimatikan oleh Mahkamah Konstitusi, justru berbeda. Kalau yang dimatikan Mahkamah Konstitusi itu adalah delik biasa, sementara yang ada dalam RUU KUHP ini adalah delik aduan," kata dia.

RKUHP juga telah ditambahkan penjelasan bahwa pengaduan mengenai pasal itu harus dilakukan langsung oleh presiden maupun wakil presiden secara tertulis.

"Kami menambahkan itu bahwa pengaduan dilakukan secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden. Dan juga ada pengecualian untuk tidak dilakukan penuntutan apabila ini untuk kepentingan umum," imbuhnya.

Aborsi Tidak Dipidana Jika Darurat dan Akibat Perkosaan

Pemerintah mengusulkan agar draf RKUHP mengatur bahwa bahwa perempuan yang melakukan aborsi dipidana dengan pidana maksimal 4 tahun penjara.

Namun, ketentuan pidana itu diusulkan tidak berlaku jika perempuan merupakan korban perkosaan yang usia kehamilannya di bawah 12 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

"Pemerintah mengusulkan ada menambah satu ayat sebetulnya sehingga memperjelas ketentuan yang sudah ada," kata Eddy.

Baca juga: Perkosaan dalam Perkawinan Masuk Draf Revisi KUHP, Ancaman Hukumannya 12 Tahun

"Yaitu memberikan pengecualian terhadap pengguguran kandungan untuk perempuan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis atau hamil karena perkosaan yang kehamilannya tidak lebih dari 12 minggu," imbuh dia.

Berdasarkan dokumen yang diterima dari pihak Kementerian Hukum dan HAM, ketentuan pidana terhadap perempuan yang melakukan aborsi akan diatur dalam Pasal 469 Ayat (1) sedangkan pengecualiannya diatur dalam ayat berikutnya.

Adapun batas masa kehamilan 12 bulan yang diatur dalam draf RKUHP tersebut mengacu pada standar World Health Organization (WHO).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com