Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Nilai Belum Waktunya Indonesia Terapkan WFA untuk ASN

Kompas.com - 13/05/2022, 18:15 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana penerapan kerja dari mana saja (work from anywhere) terhadap aparatur sipil negara (ASN) dianggap belum tepat dilaksanakan saat ini di Indonesia.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Lisman Manurung, menyoroti jaringan internet di Indonesia yang belum mumpuni, apalagi menjangkau seluruh pelosok negeri.

Hal ini menyebabkan kebijakan WFA tidak dapat diterapkan secara bersama-sama (interoperability) lintas kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah.

“Ini sebenarnya kalau dilihat sekilas kelihatan simpel. Tapi enggak begitu, karena kalau disebut semua pegawai negeri bisa WFA, itu tentu akan berhubungan dengan berbagai hal. Di negara maju, Korea Selatan, misalnya, tidak masalah, karena mereka punya jaringan fiber optic sampai ke ujung-ujung negara mereka,” jelas Lisman ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (13/5/2022).

Baca juga: BKN Ungkap Cara Mengukur Kinerja bila WFA ASN Direalisasi

Di samping itu, ada pula isu soal literasi digital, atau seberapa jauh generasi ASN melek digital.

Lisman memberi contoh, tak sedikit kantor-kantor pemerintah yang memiliki peralatan teknologi cukup canggih, namun penerapannya tetap manual.

Hal ini tak terlepas dari budaya digital yang belum tentu diterapkan oleh semua generasi yang saat ini menjadi ASN.

Lisman kembali memberi contoh, masih ada kalangan yang merasa tidak enak jika “tidak ngopi bareng” atau “rapat di tempat” untuk mendiskusikan sebuah pekerjaan atau proyek.

Padahal, inti dari penerapan WFA justru berkebalikan dari kultur tersebut.

“Ada yang sudah punya gaya hidup digital, tapi ada yang enggak. Artinya yang begini adalah sesuatu yang tidak kelihatan, tapi bisa membuat semua upaya ini menjadi terlalu besar untuk dilakukan sekarang,” jelas Lisman.

Baca juga: Serba-serbi WFA buat ASN, Mulai dari Gaji hingga Jabatannya

Di kantor-kantor di Jakarta, budaya digital boleh jadi sudah menjadi gaya hidup sebuah instansi, namun Indonesia bukan hanya Jakarta.

Ini salah satu sebab metode WFA tidak bisa disejajarkan antara perusahaan swasta dengan pemerintahan.

Selain itu, jika hendak menerapkan WFA secara serius, pemerintah sebagai pemberi hajat bertanggung jawab untuk memfasilitasi gawai bagi para ASN.

Alih-alih menjadi bentuk efisiensi, WFA justru dinilai menjadi celah terjadinya pemborosan anggaran.

Lisman meminta warga berkaca dari pengalaman soal KTP elektronik yang seakan-akan canggih secara teknologi, namun nyatanya masih konvensional dalam penerapannya.

“Ketika programnya tidak dimengerti siapa pun, semuanya akan korup. Beli alat, beli ini, beli itu, kita kan enggak tahu mereka beli apa,” kata Lisman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com