Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Multitafsir, Komnas HAM Susun Aturan Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

Kompas.com - 14/12/2020, 12:11 WIB
Irfan Kamil,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Dian Andi Nur Aziz mengatakan, Komnas HAM telah menyusun standar norma dan pengaturan (SNP) tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis (PDRE).

Adapun standar norma dan pengaturan PDRE tersebut sudah ditetapkan dalam SNP Komnas HAM RI Nomor 4 Tahun 2020.

Tujuannya penyusunan SNP tersebut, kata Andi, tidak hanya bermanfaat untuk internal Komnas HAM sendiri misalnya untuk menafsirkan sebuah peristiwa tetapi juga untuk dipahami masyarakat.

"SNP ini juga bermanfaat bagi aparat negara, individu dan kelompok orang untuk memahami bentuk-bentuk diskriminasi dan perlindungan hak asasi manusia," kata Andi dalam Peluncuran SNP PDRE, Senin (14/12/2020).

Baca juga: Soal Penembakan 6 Simpatisan Rizieq Shihab, Komnas HAM Panggil Kapolda dan Dirut PT Jasa Marga

Andi mengatakan, penyusunan SNP ini juga menjadi rujukan untuk memaknai, menilai atau memberikan petunjuk atas sebuah tindakan atau peristiwa yang terjadi di masyarakat.

Selain itu, yang tidak kalah penting, kata Andi, SNP ini juga menjadi acuan bagi pengemban kebijakan yaitu pemerintah serta pemangku kepentingan dan penyusun kebijakan untuk merancang peraturan perundang-undangan, kebijakan dan tindakan-tindakan.

"SNP ini menjadi rambu-rambu bagi proses penyusunan peraturan perundang-undangan," ucap Andi.

Andi menjelaskan, gagasan pembentukan SNP didasari oleh kebutuhan-kebutuhan yang dirasa oleh Komnas HAM akibat banyaknya tafsir atau perbedaan makna atas sebuah situasi atau peristiwa.

Baca juga: Hari HAM Sedunia, Komnas HAM: Tak Boleh Dibiarkan Orang Alami Kekerasan

Ia menuturkan, beberapa kebijakan atau beberapa peraturan kadang-kadang masih terjadi beberapa perbedaan pendapat yang cukup jauh atau senjang.

Sehingga, kata Andi, adanya SNP ini berusaha untuk menjadi standar atau acuan untuk melihat beberapa hal yang termasuk di dalam peraturan, atau peristiwa, atau kebijakan.

“Jadi kayak semacam fatwa atau semacam tafsiran, nah ini kita coba membantu tidak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat untuk menerjemahkan apakah peristiwa ini termasuk sebuah diskriminasi atau bukan ini bisa kita cek di dalam standar dokumen ini," kata Andi.

Baca juga: Muhammadiyah Minta Polri Terbuka atas Investigasi Komnas HAM

Adapun penyunan SNP ini sudah digagas sejak tahun 2018. Sebelumnya, Komnas HAM sudah membuat beberapa standar norma yakni kebebasan beragama dan berkeyakinan dan kebebasan berkumpul dan berogranisasi pada tahun 2019.

Kemudian, Komnas HAM juga sudah membuat standar norma kebebasan berpendapat dan berekspresi serta hak atas kesehatan pada tahun 2020.

"Rencananya nanti tahun 2021 akan disusun standar norma yang sesuai dengan kebutuhan," tutur Andi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com