JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal DPP Partai Perindo Ahmad Rofiq menilai, wacana kenaikan ambang batas parlemen dari 4 persen menjadi 7 persen yang dinyatakan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh sudah usang.
Menurut dia, wacana tersebut sudah tidak relevan dengan demokrasi.
"Terkait ambang batas 7 persen adalah wacana usang yang sudah tidak mempunyai relevansi dengan demokrasi yang berdaulat untuk rakyat," kata Rofiq saat dihubungi Kompas.com, Kamis (12/11/2020).
Baca juga: HUT Partai Nasdem, Surya Paloh: Kami Tawarkan Kenaikan Parliamentary Threshold 7 Persen
Ia pun tidak sepakat dengan Nasdem yang mewacanakan kenaikan ambang batas parlemen.
Sebab, kata dia, ambang batas parlemen yang tinggi dapat merugikan suara rakyat.
Suara rakyat yang sah akan hangus begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas jika wacana tersebut direalisasikan.
"Kondisi ini sangat melawan hakikat demokrasi itu sendiri," ujar dia.
Rofiq menyebut, seharusnya ada cara lain yang bisa ditempuh tanpa mencederai demokrasi dengan tetap menghormati dan menghargai aspirasi rakyat.
Partai-partai, kata dia, bisa mencari formula baru selain usulan menaikkan ambang batas parlemen.
Berbeda dengan usulan Nasdem, ia justru menginginkan agar diberlakukannya ambang batas fraksi, bukan ambang batas parlemen.
"Ambang batas fraksi itu dalam rangka menghormati hak-hak rakyat dalam berdemokrasi. Bisa saja ambang batas fraksi diberlakukan 10-15 persen," ucap dia.
Baca juga: Nasdem Usulkan Kenaikan Ambang Batas Parlemen, Hanura Nilai Diskriminatif
Lantas, seperti apa yang dimaksud ambang batas fraksi seperti disarankan Rofiq?
Konsepnya, kata dia, jika ada partai yang menghasilkan kursi parlemen 15 persen atau lebih, partai itu dapat membentuk fraksi sendiri.
"Dan bila ada partai yang menghasilkan kursi kurang dari ambang batas, maka partai tersebut dapat melakukan penggabungan sampai memenuhi syarat ambang batas," kata dia.
Menurut Rofiq, hal-hal seperti inilah yang dapat semakin mematangkan demokrasi.