Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Formappi: Naskah UU Cipta Kerja Belum Beres, Sudah Berani Percepat Paripurna

Kompas.com - 15/10/2020, 13:32 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, proses pembentukan UU Cipta Kerja merupakan wujud kekacauan DPR dan pemerintah dalam mengelola negara.

Lucius menyebut, salah satu indikasinya yaitu draf UU Cipta Kerja terus berubah-ubah sejak disahkan dalam rapat paripurna pada 5 Oktober 2020.

Menurutnya, hal ini disebabkan pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja dilakukan secara tergesa-gesa.

"DPR kita malah aneh, naskah belum beres, sudah berani percepat paripurna. Negara tidak bisa dikelola kacau balau seperti ini. Jika DPR bebas melanggar aturan, mestinya tak ada alasan untuk mengikuti aturan yang mereka buat," katanya saat dihubungi, Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Bantah Prabowo, KSPI Sebut Banyak Masukan Buruh soal UU Cipta Kerja Tak Diakomodasi

Dia pun menduga ada kepentingan tersembunyi dalam pengesahan UU Cipta Kerja.

Sebab, sejak awal pembahasannya dilakukan secara tertutup. Partisipasi publik dikatakan sangat minim.

Lucius berpendapat sikap tertutup DPR dan pemerintah dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja ini tak bisa dipandang hanya sebagai sebuah kelalaian.

"DPR nampaknya sama dengan pemerintah memang punya kepentingan tersembunyi yang mau disisipkan dalam naskah RUU ini. Kepentingan tersembunyi itu menjelaskan kenapa keterbukaan dan partisipasi luas publik menjadi semacam ancaman," ujar Lucius.

Baca juga: Meski Tak Diteken Jokowi, UU Cipta Kerja Tetap Berlaku 30 Hari Setelah Disahkan di DPR

Hingga hari ini pun, belum ada naskah final UU Cipta Kerja yang dapat diakses publik. Padahal, DPR telah menyerahkan naskah UU Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo, Rabu (14/10/2020).

Lucius mengatakan tidak adanya naskah resmi ini menutup peluang bagi publik untuk berpartisipasi memberikan pendapat dan kajian kritis terhadap UU Cipta Kerja.

"Ketiadaan naskah resmi sebagai rujukan itu sesungguhnya alasan bagi penilaian akan ketertutupan DPR selama proses pembahasan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com