JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Advokasi YLBHI Era Purnamasari berpendapat, sejumlah universitas di Indonesia menerapkan cara represif dalam menyelesaikan persoalan kemahasiswaan.
"Kami melihat ada fakta-fakta seperti itu yang terjadi di beberapa kampus," ujar Era dalam sebuah diskusi, Selasa (25/8/2020).
"Misalnya universitas di Ternate yang mahasiswanya di-drop out (DO). Pertimbangan (DO) adalah surat kepolisian," lanjut dia.
Baca juga: Tertarik dengan Game? Ini 5 Universitas yang Buka Jurusannya
Menurut catatan YLBHI, belum pernah ada universitas di Indonesia selama ini yang bertindak demikian.
"Saya melacak, ada enggak sih kasus-kasus yang orang di-DO karena surat polisi. Selama ini itu enggak ada terjadi," tutur dia.
Hal yang biasa terjadi adalah universitas menyelesaikan persoalan kemahasiswaan secara demokratis, bukan represif.
Contoh lain, yakni mahasiswa Universitas Nasional (Unas) yang juga dikeluarkan dari universitas lantaran mengikuti demonstrasi.
Baca juga: Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Positif Covid-19, Kampus UMJ Ditutup
"Kita perlu bertanya, ada apa? Kenapa alam kampus yang seharusnya menjadi alam yang paling demokratis justru menjadi alam yang paling represif hari ini?" ujar Era.
"Hanya akhir-akhir ini, hal-hal yang menurut kita tik mungkin terjadi, ternyata mungkin terjadi. Itu perlu menjadi bahan renungan kita bersama," lanjut dia.
Contoh lainnya, yakni kasus grup WhatsApp yang berujung dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Saiful Mahdi yang divonis tiga Bulan penjara merupakan salah satu bentuk tidak demokratisnya kampus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.