JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menilai bahwa kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghadirkan tersangka dugaan kasus korupsi dalam konferensi pers, tidak tepat.
"Dalam terkait kehadiran tersangka, itu membuat saya ada catatannya karena menimbulkan pertanyaan bukankah itu dalam tanda kutip melanggar azas praduga tidak bersalah atau presumption of innocence," kata Arsul dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dengan KPK secara virtual, Rabu (29/4/2020).
Arsul mengatakan, sistem peradilan pidana di Indonesia bersandar pada azas praduga tak bersalah, bukan praduga bersalah.
Baca juga: Kebijakan Pemajangan Tersangka oleh KPK yang Menuai Kritik...
Arsul pun meminta KPK mempertimbangkan kembali kebijakan menghadirkan tersangka dugaan korupsi ketika konferensi pers.
"Ketegasan dalam melakukan penindakan kasus korupsi tidak harus melanggar azas atau prinsip hukum yang universal yang sudah kita akui bersama," ujar dia.
Diketahui, KPK memulai langkah baru dengan menghadirkan tersangka kasus dugaan korupsi saat menggelar konferensi pers.
Kebiasaan itu dimulai dalam konferensi pers penetapan Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan Plt Kepala Dinas PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi sebagai tersangka suap, Senin (27/4/2020) lalu.
Baca juga: Pajang Tersangka Saat Konferensi Pers, KPK Dinilai Langgar HAM
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, kebijakan KPK memajang tersangka dalam konferensi pers adalah untuk memberi rasa keadilan kepada masyarakat.
Menurut Firli, menghadirkan tersangka itu diharapkan membuat masyarakat dapat menilai bahwa semua tersangka di kejahatan manapun mendapat perlakuan yang sama.
"Dengan menghadirkan para tersangka saat konferensi pers, diharapkan menimbulkan rasa keadilan karena masyarakat melihat, oh tersangkanya ada dan melihat perlakuan yang sama kepada semua tersangka," kata Firli kepada Kompas.com, Selasa (28/4/2020).
Baca juga: Ketua KPK Diingatkan soal Asas Keterbukaan Terkait Pengumuman Status Tersangka
Firli menegaskan, memberikan rasa keadilan kepada masyarakat itu merupakan salah satu tujuan penegakan hukum yang dijalankan oleh KPK.
Ia menambahkan, pemajangan para tersangka itu juga dimaksudkan untuk memberi efek jera bagi masyarakat agar tidak melakukan korupsi.
"Penegakan hukum dimaksudkan untuk rekayasa sosial (mengubah perilaku masyarakat dari buruk menjadi baik), juga memberikan efek jera kpepada masyarakat supaya tidak melakukan korupsi," kata Firli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.