Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saut Anggap Wajar Pengumuman Penghentian Penyelidikan Dugaan Korupsi Picu Perdebatan

Kompas.com - 23/02/2020, 15:26 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai wajar jika langkah KPK mengumumkan penghentian penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi memicu perdebatan di publik.

Polemik itu muncul lantaran KPK periode Firli Bahuri dan kawan-kawan memilih mengumumkannya ke publik secara terbuka.

"Penyelidikan itu nature-nya intelijen, rahasia. Bahkan kami dulu juga sudah menghentikan beberapa penyelidikan tapi kan publik juga enggak tahu. Tapi prosesnya ada, makanya sekarang kan diperdebatkan antara itu keterbukaan informasi publik dengan prosesnya," Saut dalam diskusi bertajuk Dear KPK, Kok Main Hapus Kasus? Di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Minggu (23/2/2020).

Baca juga: ICW: Langkah KPK Umumkan Penyelidikan yang Dihentikan Jadi Blunder

"Saya enggak mau masuk ke sana ya, bagaimana proses yang mereka lakukan itu dan seterusnya," kata Saut.

Ia menegaskan, penghentian penyelidikan pada dasarnya merupakan proses yang wajar dilakukan oleh lembaga penegak hukum.

Menurut Saut, jika tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup, sudah sepatutnya penyelidikan dugaan korupsi dihentikan.

"Itu kan penyelidik yang paling tahu. Mereka kalau bilang udah Pak ini cuma sampai sini doang, mau diapain juga udah enggak bisa lagi, ya sudah. Tapi biasanya di poin akhir itu selalu bilang, apabila suatu saat ada keadaan tertentu, ini bisa dibuka lagi, itu biasa, bisa kok," ujar dia.

Baca juga: KPK: 36 Kasus yang Dihentikan Sebagian Besar Penyelidikan Tertutup Mengarah OTT

"Karena memang kan ketika kemudian mereka mulai penyelidikan mereka kan punya keyakinan, sense, tapi ketika dicari enggak ketemu ya salah juga kalau kitanya tidak menghentikan," lanjut Saut.

Saut menyarankan, KPK lebih baik tak perlu lagi mengumumkan penghentian penyelidikan. Sebab, transparansi publik juga memiliki batasan tersendiri.

"Jadi biarin aja. Kita kan bertanggungjawab sama Tuhan juga kok. Kan transparansi publik ada batasan. Kalau di penyidikan kan transparansinya sangat terbuka," ujar dia.

Baca juga: KPK Bisa Buka Lagi Penyelidikan yang Dihentikan jika...

Saut pun meminta pengumuman itu tak perlu diperdebatkan lebih panjang lagi. Saut menekankan agar KPK saat ini bisa lebih gencar melakukan penyelidikan dan penyidikan baru lebih intens.

Misalnya, dengan menggelar operasi tangkap tangan (OTT) baru atau menindaklanjuti putusan pengadilan dalam kasus tertentu yang membuka peluang adanya pelaku baru demi mengembalikan kepercayaan publik yang menurun terhadap KPK.

Baca juga: Stop 36 Penyelidikan, KPK Diminta Beri Penjelasan Kasus Per Kasus

"Saya enggak tahu targetnya pimpinan saat ini berapa, meski kuantifikasinya nanti enggak bisa dicapai, yang penting bagi saya adalah kualitas dari kasusnya," ucap Saut.

Kan masih banyak tuh yang disebut sebelumnya, yang udah jelas dalam putusan si A, si B, itu kan sudah ada, kalau dinaikin (ke penyidikan) itu keren banget. Mungkin itu bisa mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com