Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Langkah KPK Umumkan Penyelidikan yang Dihentikan Jadi Blunder

Kompas.com - 23/02/2020, 13:17 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan penghentian 36 perkara di tahap penyelidikan menjadi blunder bagi KPK.

"Maksudnya kan supaya (KPK) terbuka ya niatnya, tetapi menjadi blunder karena memang penuh ketidakpastian, begitu," kata Adnan dalam diskusi bertajuk "Dear KPK, Kok Main Hapus Kasus" di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Minggu (23/2/2020).

Sebab, menurut dia, penyelidikan merupakan proses yang rahasia dan penuh ketidakpastian. 

Penyelidikan harus dipastikan apakah dilanjutkan ke tahap penyidikan atau dihentikan.

Baca juga: KPK: 36 Kasus yang Dihentikan Sebagian Besar Penyelidikan Tertutup Mengarah OTT

Penghentian penyelidikan, menurut Adnan, merupakan proses yang normal dilakukan lembaga penegak hukum jika tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup.

"Karena itu ini menjadi sebuah kebijakan atau keputusan yang wajar, menjadi masalah ketika keputusan itu diumumkan, disampaikan ke masyarakat. Karena dari sesuatu yang tidak pasti disampaikan ke masyarakat, akhirnya banyak tuntutan lebih," ujar Adnan.

"Kan disebutkan ada terkait kepala daerah, aparat penegak hukum dan sebagainya. Nah terus publik puas enggak? Enggak, dikejar lagi, misalnya siapa kepala daerahnya, siapa anggota DPR-nya. Padahal, itu kan basisnya ketidakpastian," kata dia. 

Ia juga mengingatkan, ini akan kembali menjadi masalah jika di kemudian hari KPK tak lagi mengumumkan penghentian penyelidikan. 

Sebab, masyarakat akan bertanya-tanya nantinya mengapa KPK tak lagi mengumumkan ke publik jika ada penyelidikan yang kembali dihentikan. 

Dengan demikian, kata dia, KPK lebih baik memperkuat akuntabilitas internalnya menyangkut penghentian penyelidikan dugaan korupsi.

"Sehingga keputusan untuk menghentikan sebuah kasus di tingkat penyelidikan itu memang bisa dipertanggungjawabkan sebagai keputusan profesional dan dihitung benar pertimbangan hukumnya. Ini yang perlu ditekankan meskipun mungkin KPK sudah punya mekanisme internalnya," ujar dia.

Baca juga: KPK Hentikan 36 Penyelidikan, Ketua MPR Nilai Sudah Tepat demi Kepastian Hukum

Menurut Adnan, alasan lainnya yang membuat blunder yaitu KPK periode kepemimpinan Firli Bahuri dan kawan-kawan belum menunjukkan kinerja yang signifikan dalam penegakan hukumnya.

KPK saat ini juga perlu menunjukkan dirinya tidak diperlemah dengan adanya UU KPK yang baru.

"Ketika kita melihat tidak ada perkembangan kasus baru yang sekarang, pada saat yang sama KPK mengumumkan penghentian ini, ini menjadi semacam kontradiktif. Pada saat yang sama kan KPK itu paling tidak sama dengan sebelumnya, ada kerja penegakan hukum," ujar Adnan.

Adnan pun berkesimpulan, langkah pengumuman tersebut merupakan strategi yang keliru. Sebab, berisiko menurunkan kepercayaan publik ke KPK.

"Ini membuat dinamikanya jadi besar. Alih-alih fokus pada penguatan di aspek pembangunan kepercayaan publik. Karena distrust-nya tinggi, kecurigaannya jadi meningkat," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com