Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim MK Pertanyakan Permintaan Penggugat yang Ingin Aset First Travel Dikembalikan ke Korban

Kompas.com - 10/12/2019, 19:01 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) meminta para pemohon uji materi Pasal 39 KUHP dan Pasal 46 KUHAP memikirkan ulang petitum (hal yang dimintakan) yang mereka mohonkan.

Pasalnya, para pemohon uji materi pasal yang jadi dasar perampasan aset First Travel ini meminta hakim MK menambahkan sejumlah frasa di kedua pasal.

Salah satu frasa yang ingin ditambahkan adalah "aset pelaku kejahatan dirampas dan dikembalikan kepada korban", bukan negara. Frasa itu dimuat dalam Pasal 39 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Pemohon Uji Materi Kasus First Travel Minta MK Tambahkan Sejumlah Frasa di KUHP dan KUHAP

"Kalau dikembalikan kepada korban, catatan korbannya siapa saja yang puluhan ribu itu ada nggak? Pengadilan bisa mencari nggak?," tanya Hakim Arief Hidayat saat persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

"Kalau misalnya direksi First Travel sudah menghilangkan data itu, terus data itu diperoleh dari mana? Kalau misalnya putusan hakim akhirnya yang anda minta dikembalikan kepada korban, data korban sudah nggak ada semua," lanjutnya.

Pemohon dalam perkara ini adalah pengacara Pitra Romadoni bersama tiga orang lainnya.

Pitra ingin, hakim MK menambahkan sejumlah frasa di Pasal 39 KUHP dan Pasal 46 KUHAP agar lebih memihak pada korban kejahatan. Sebab, hal itu dinilai pemohon lebih adil.

Baca juga: Ajukan Uji Materi soal Kasus First Travel, Pengacara Ini Diminta MK Perbaiki Argumen

Namun, atas permintaan tersebut, majelis hakim justru mempertanyakan keadilan yang akan didapat korban jika aset First Travel benar-benar dikembalikan kepada korban.

"Ini kan judicial review itu kan mencoba memperbaiki karena itu tidak adil, Anda mengatakan begitu, sekarang supaya itu bisa dilaksanakan dengan adil itu harus bagimana? Apa betul dikembalikan kepada korban? Apakah sudah betul pasal ini? Itu harus Anda pikirkan," ujar Arief.

Arief juga menyinggung petitum pemohon yang meminta adanya penambahan frasa dalam Pasal 46 KUHAP ayat (2).

Pasal itu berbunyi "Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara".

Baca juga: Kejagung Tunggu Putusan PK soal Bantuan Hukum Korban First Travel

Oleh pemohon ingin ditambah frasa "setelah mendapat persetujuan dari korban tindak pidana" di akhir kalimat.

Menurut Arief, akan sulit untuk merealisasikan aturan tersebut. Sebab, jika para korban harus memberi persetujuan, dalam kasus First Travel, korban berjumlah puluhan ribu dan tersebar di banyak daerah.

"Kalau harus mendapat persetujuan dari korban tindak pidana, apakah kemudian siapa ini yang harus diminta tanda tamgan minta persetujuan ini? Apakah 10 ribu itu harus dimintai tanda tangan?," tanya Arief.

"Bayangkan, ini di dalam implementasinya nanti gimana? Dari Sabang hingga Merauke jumlah yang mengalami kerugian hampir ratusan ribu minta tanda tangan yang mengedarkan minta persetujuan itu siapa?," lanjutnya.

Baca juga: Soal First Travel, Wamenag Akan Memfasilitasi agar Uang Jemaah Kembali

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com